Kamis, 12 Januari 2012

Sedikit Catatan dari Negeri Gajah


Setelah hampir pupus harapan untuk berangkat karena isu banjir di Bangkok, akhirnya saya memutuskan untuk tetap pergi liburan sekitar 2 minggu sebelum tanggal berangkat. Tentu saja setelah cek sana sini di internet dan juga tanya-tanya ke orang kantor atau teman2 yang tau keadaan disana. Menurut orang lokal disana pun, banjir sudah selesai... Kapan lagi pergi ke Thailand hanya dengan tiket harga Rp. 674.000 PP..!?  Memang kelemahan dari beli tiket jauh-jauh hari (tepatnya 9 bulan yang lalu) yah seperti itu.. kita belum tau gimana keadaan saat berangkat, apa kita bisa pergi / tidak.  Tapi kalau ga gitu, ga akan dapat tiket harga promo semurah itu.. dan saya paling anti beli tiket mahal dengan kondisi banyak tiket murah dari budget airlines seperti saat ini (kecuali bukan kepentingan liburan dan terpaksa karena ada urusan penting di tempat tsb).  Anyway, setelah memastikan akan berangkat, dan juga memastikan teman seperjalanan saya juga bisa berangkat (tidak cukup berani untuk bertualang sendirian), maka persiapan mulai dilakukan walaupun serba mendadak dan bisa dibilang sedikit kurang persiapan.

Berhubung kami tidak menggunakan jasa travel agent, jadi semua persiapan dilakukan sendiri. Yang paling penting dipersiapkan selain duit, paspor dan fisik adalah itinerary alias agenda atau jadwal selama liburan. Just a google away... jadilah itinerary saya. Grand Palace jadi agenda utama selama di Bangkok dan Tiffany Show untuk di Pattaya. Kedua tempat tsb is a must deh pokoknya. Sebetulnya Tiger show juga khas Thailand yang harus dilihat, dan ada juga sbetulnya dalam agenda kita, cm karena keterbatasan budget dan kondisi fisik yang kurang fit, maka kita batal pergi ke Patpong untuk nonton show ini. Tiger show ini ga ada hubungannya sama macan loh ya... itu hanya istilah untuk sex show dan sebagainya. Saya juga baru dengar-dengar saja dan agak ragu juga untuk nonton.. katanya sih tiket masuk untuk nonton show ini sekitar 600 THB (sekitar 180rb Rupiah)... well, maybe next time! Semua teman juga menyarankan untuk ke Cathucak Market... tapi sayang pasar tsb cm buka di weekend dan sampai jam 6 sore saja. Jadi berhubung kami tiba disana minggu malam, tidak mungkin bisa ke pasar ini... Hmmm, sudah ada 2 alasan untuk nanti kembali lagi ke Bangkok... suatu hari nanti :-) amin!

Selanjutnya yang jadi bahan pertimbangan adalah masalah Guide. Untungnya mantan pacar saya punya ‘teman’ di Bangkok dan dia bersedia untuk jadi guide kami selama di Bangkok.. gratis! :-)  Namanya Bonnie... dia bekerja di salah satu kantor pemerintahan di Bangkok (dept Audit or something like that) dan rela untuk ambil cuti demi menemani kita disana. Sungguh Allah Maha Baik dan Penyayang umatNya. Bahkan saya aja mungkin ga akan mau mengambil cuti hanya untuk menemani temannya teman saya datang ke Jakarta untuk liburan... kenal juga gak!? Oleh karena itu, saya mulai cari souvenir batik dari Indonesia untuk Bonnie, sehari sebelum berangkat.. karena kalau dikasih uang tips sudah pasti ga enak dan dia ga akan mau juga.  Kalau di Malaysia atau Singapore, penduduknya lancar bahasa Inggris dan kita juga bisa pakai bahasa Melayu sedikit2 tapi di Thailand, beda sekali. Jujurnya, kalau sampai tidak dapat guide disana, saya pasti urung berangkat dan lebih baik merelakan tiket tsb hangus. Biar kata saya orangnya lumayan pemberani, tapi tersesat di negara yang saya belum pernah kunjungi dan bahasa lokalnya bukan bahasa inggris, benar2 akan jadi mimpi buruk.. belum lagi resiko kecopetan, ditipu, ga bisa tawar menawar harga, dll dsb... Sayangnya, Bonnie tidak bisa ikut kita ke Pattaya karena dia harus masuk kantor hari Rabu nya.. untung Bonnie punya teman (bernama Peter) yang memang profesinya guide sekaligus dia juga punya teman supir yang bisa kita sewa mobilnya (sebagai transportasi ke Pattaya). Walaupun mahalllll sekali ongkos transportasi kita ke dan selama di Pattaya tapi semoga worth it lah... Peter dan Bonnie sempat beberapa kali merevisi itinerary saya by email karena mereka yang tahu jarak antara 1 tempat ke tempat lainnya dan mana yang 1 arah / tidak.  Ok, selesai masalah guide + transportasi!

Yang dilakukan selanjutnya adalah booking hostel di Bangkok dan Pattaya. Buat yang kurang paham apa bedanya hostel dan hotel... silahkan searching di internet! Hehe... yang jelas hostel jauh lebih murah daripada hotel dan cocok untuk backpacker (kapiran) seperti saya ini yang punya uang pas-pasan tapi hobinya jalan-jalan hehehe... dari beberapa referensi, akhirnya kita memilih guest house “Thai Cozy House” di pusat kota Bangkok, hanya beberapa meter saja dari Khaosan Road. Khaosan Road ini sepertinya mirip Dago di Bandung atau Kuta di Bali... ramai 24 jam dan pusatnya turis backpacker. Kamar standard room dengan fasilitas lengkap (TV, AC, kulkas, handuk, sarapan) hanya 130.000 Rp / malam. Kamar mandi bersih dan ada air hangat.

Untuk di Pattaya, saya searching di hostelbookers.com, search by price dan menemukan hostel paling murah di daerah Jomtien, Pattaya bernama “Jomtien Hostel”. Untuk satu malam di tipe Dormitory, hanya 70.000 rupiah saja atau tidak sampai 250 THB! Tanpa sarapan (tentunya) dan 1 kamar untuk 4 orang (female only). Saya beruntung karena waktu saya nginap disana, hanya saya seorang yang berada di kamar itu, jadi ga ada beda nya sama kamar single. Kamar mandi bersih, air hangat, ada kulkas, kipas angin dan bahkan balkon! Hanya AC dan TV yang tidak ada.. (ya iyalah!). Dikasih handuk bersih pula... perfect! Memang daerah Jomtien agak jauh ke pusat kota (South Pattaya), tapi karena kita sudah sewa mobil, jadi ga ada masalah. Kedua hostel tersebut sukses dibooking via internet dengan jaminan kartu kredit dan dibayar ditempat.

Masalah penting selanjutnya adalah keuangan alias budget. Cost estimation menjadi bagian sangat penting dalam perencanaan dan saya memutuskan membawa uang dalam bentuk USD untuk nanti ditukar disana. Sempat juga menukarkan sedikit Bath di Indonesia untuk bayar taxi dari airport – hostel. Jangan lupa untuk selalu memasukkan budget di kolom ‘biaya tak terduga’ yang biasanya adalah oleh-oleh yang kalap dibeli ketika lihat yang lucu-lucu (based on experience!). Jadi total ada 3 mata uang yang dibawa dalam dompet... USD, IDR dan THB.

Packing jadi persiapan yang terakhir... tidak perlu bawa banyak baju, karena PASTI kita akan beli baju disana. Selama saya bepergian keluar/dalam negeri dengan pesawat, belum pernah saya menggunakan bagasi. Jadi semua barang harus masuk ke dalam 1 tas ransel (backpack) dan 1 travel bag, pergi maupun pulang. Entah kenapa, saya merasa rugi aja kalau harus mengeluarkan uang untuk bagasi. He he... Ok, I’m sooo ready to GO!!

Day 1 :  11 Dec ‘11

Kalau tidak salah, hanya ada 1x penerbangan ke Bangkok dari Jakarta oleh AirAsia dan itu adalah sore hari (16.45). Entah karena bersemangat atau memang takut kena macet, kami sudah siap di terminal bis untuk naik Damri ke Bandara jam 11 siang. Ternyata hari itu jalanan lancar jaya, cukup 1 jam, kita sudah tiba di tujuan.  Menunggu 4 jam di bandara cukup membosankan. Dari makan siang, foto-foto, maen internet, baca buku...  akhirnya tibalah waktu boarding. Saya dapat window seat dan untuk pertama kalinya bisa menikmati pemandangan lampu-lampu kota yang terlihat sangat indah dari pesawat. Penerbangan cukup lancar dan tiba tepat waktu jam 20.15 dengan cuaca agak sedikit berangin. Saya sms Bonnie yang menjemput kita di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, untuk mencari tahu posisi dia menunggu kami.  Cukup lama kita cari-carian karena bandara tsb luasssss sekali! Soekarno Hatta (terminal 1 & 2) benar2 seperti terminal bis dibanding bandara ini yang mirip Changi, Singapore.

Ternyata Bonnie adalah perempuan paruh baya, sekitar umur 40th tapi masih single. Saya sempat sedikit shock karena ternyata... bahasa Inggrisnya kurang lancar! OMG!   Tapi kenapa di email dia bagus banget ya Bahasa Inggrisnya?! Setelah iseng saya tanya.. ternyata dia pake kamus! (google translate kali ya?!). Argghh.... alamat cape juga deh ngomong sama dia. Jadi harus pelan-pelan dan gunakan kata-kata yang se- simple mungkin, baru dia bisa ngerti. 

Moral of the Story : lebih baik cek dulu guide yang nanti akan menemani kamu, apakah benar lancar bahasa Inggrisnya.. lebih baik lagi kalau dia anak gaul dan ga kuper he he....

Salah satu tips menyesatkan yang saya dapat dari mantan saya yang katanya sudah 4x ke Bangkok adalah, tukarkan USD kamu di airport, karena disitu rate terbaik dibanding money changer lain di kota. Bloonnya, saya menuruti tips dia, dan menukarkan 300 USD di airport dengan rate 29 THB / 1 USD. Ternyata setelah lihat-lihat kurs di kota, justru rata2 30 THB/1USD... Rugi deh...! Yah, nasib! :-(

Moral of the story : jangan terlalu percaya tips dari orang lain, dan hati-hati dengan penukaran kurs.

Kesialan yang kedua, kita sempat lama menunggu bus yang tak kunjung datang di halte bus karena menghindari naik taxi yang mahal.. tapi karena Bonnie ini sepertinya juga rada gaptek dan mungkin jarang ke airport jadi dia juga bingung kenapa bisnya gak muncul-muncul.. akhirnya kami menyerah dan naik taxi dengan biaya sekitar 350 THB (1 THB = 300 IDR) untuk sampai ke guest house kami di area Khaosan. Bonnie baik sekali untuk antar kami sampai ke depan Thai Cozy House dan menolak dengan halus ketika kami mau ajak dinner. Sudah kemalaman, katanya... Ok, then. Setelah check in, saya dan teman saya keluar lagi untuk cari makan di area Khaosan.  Saran dari seorang teman, saya harus mencoba Pad Thai, salah satu makanan khas Thailand. Kebetulan banyak sekali yang jualan Pad Thai di sepanjang jalan Khaosan. Enak juga sih rasanya... walaupun agak hambar kalau untuk lidah orang Indonesia. Kita juga beli sate seafood (cumi, udang, dll) yang juga ternyata hambar rasanya. Teman saya dengan nekatnya beli insects goreng (kecoak + belalang) yang dia makan bersama nasi briyani.  Menurut dia, rasanya gurih dan renyah..... Murah sih hanya sekitar 6 ribu untuk sekantong insect goreng, tapi gratispun saya ogah...! Untuk desert, kami makan duren monthong... Cuma ini yang menurut saya makanan paling enak yang kami makan malam ini. Untuk harganya, sama saja dengan di Jakarta, sama-sama mahal. Tapi di hari terkahir disana, saya berkesimpulan bahwa hampir semua makanan (bahkan seafood) harganya relatif murah... bisa dibilang lebih murah dari Jakarta. Puas jalan-jalan di Khaosan... kita balik ke guest house dan istirahat agar fisik tetap fit untuk petualangan selanjutnya.

Day 2 : 12 Dec ‘11

Setelah mandi dan bersiap, kami turun untuk sarapan sambil menunggu Bonnie datang. Ada 3 pilihan yang ditawarkan yaitu menu Asia (nasi goreng), menu Internasional (roti+telur) dan menu Oriental (sup+nasi).. selain itu juga ada menu pelengkap seperti orange juice, buah+yoghurt, kopi/teh. Benar-benar recommended banget deh... dengan harga segitu, udah dapat sarapan enak dan kamar yang nyaman. Bonnie datang agak telat hari ini, kasian juga sih.. jarak dari rumahnya ke Khaosan sekitar 1 jam dan dia naik ojeg supaya cepat. Sepertinya Bonnie orang asing paling baik yang pernah saya temui seumur hidup saya.... Kami sampai sedikit memaksa Bonnie supaya berlibur ke Indonesia supaya bisa membalas kebaikan dia dengan menjadi guidenya he he he..

Sambil menunggu Bonnie, kita berjalan sedikit dan menemukan taman yang penuh dengan burung merpati. Selain taman... ada satu kuil yang sedang di renovasi di dekat taman tsb.. yang akhirnya juga menjadi objek foto-foto kita. Cuaca cerah sekali, matahari terik tapi tidak menyengat seperti di Jakarta karena masih berangin dan sejuk cuacanya. Sama sekali tidak ada hujan selama 3,5 hari saya di Thailand. Sisa-sisa banjir pun tak ada, hanya ada beberapa foto-foto yang dipajang di hostel dan mall mengenai bencana banjir yang lalu. 1 yang saya perhatikan, penduduk negara ini cinta sekali dengan Raja mereka... sampe hampir semua bangunan dan di sepanjang jalan pasti kita akan menemukan foto sang Raja! Saya dan teman saya membayangkan apabila kita melihat pemandangan foto pak SBY di sepanjang jalan seperti itu.. pasti Indonesia lebih damai dan tentram karena rakyat yang mencintai Presidennya... hehe mimpi kali!

Setelah Bonnie datang, kami pergi ke tujuan wisata pertama yaitu Grand Palace dengan menggunakan Tuk-tuk alias Bajaj BBG versi Thailand. Dengan adanya Bonnie, tentunya para supir tuk-tuk tsb tidak bisa memberikan harga diatas normal pada kami dan kita perhatikan muka mereka rata-rata cemberut setelah tau kalau kami didampingi orang lokal. Ga bisa ditipu lah ya....

Jarak ke Grand Palace ternyata tidak jauh dari penginapan kami, sekitar 10 menit saja.. satu yang perlu diingat sebelum masuk area ini adalah kita tidak boleh pakai celana pendek, rok pendek atau baju yang tidak sopan lainnya karena ini adalah daerah yang dianggap suci dan sakral untuk mereka. Teman saya yang pakai celana pendek sampai harus beli celana piyama panjang motif gajah.. untung saya pakai rok panjang. Harga tiket masuk adalah 400 THB (sekitar 120rb rupiah) /orang kecuali orang lokal yang diberikan hak istimewa untuk masuk semua tempat wisata kuil  secara gratis.

Grand Palace merupakan 1 kompek luas yang berisi istana raja, kuil-kuil, museum dan banyak bangunan bersejarah lainnya. 1 jam tidak akan cukup untuk mengitari komplek ini. Memang indah dan berseni sekali... walaupun saya lebih suka kuil Wat Arun, entah kenapa. Selesai foto-foto dan mengagumi keindahan Grand Palace, kita beranjak ke area Reclining Buddha yang tidak jauh dari situ naik tuk-tuk. Disini ada Sleeping Buddha yang terkenal itu... Patung Buddha tiduran miring, unik sekali. Kita sempat mampir ke National Museum yang berisi barang-barang bersejarah, mirip sekali dengan museum Fatahilah di Jakarta. Karena terkesan kusam, saya kurang tertarik....  Selesai dari situ, perut sudah menagih makan siang, jadi kita naik taxi ke MBK mall karena menurut referensi buku yang teman saya baca, disana ada makanan halal di food court mall nya. Cari makanan halal memang perjuangan tersendiri disini.. secara Islam sama sekali bukan agama mayoritas disana. Saya beberapa kali memilih makanan vegetarian saja yang paling tidak, tidak mengandung daging apapun, walaupun minyaknya yah..ga tau juga! Paling ga saya udah usaha...

Sesampainya di food court, saya malah milih menu vegetarian karena terlihat lebih menarik daripada menu halal food yang cuma ada di 1 konter saja, dengan menu ‘ga jelas apa’.  Food courtnya sama bentuknya seperti mall-mall di Jakarta, tapi kalau harga makanannya, jauh lebih murah disana. Saya pernah survey cari makanan paling murah di food court Kelapa Gading Mall, Jakarta.. tapi paling murah adalah sekitar 25 – 30 ribu sudah termasuk pajak dan minum untuk 1 orang. Tapi di MBK ini saya hanya beli voucher makan 200 THB (ekuivalen 60 ribu Rupiah) dan sudah cukup untuk makan+minum kami bertiga (teman saya malah minumnya Pepsi coke), plus vouchernya masih sisa 15 THB! Menu makanan saya saja hanya 45THB yaitu sekitar 13 ribu Rp dan itu sudah pakai nasi merah+perkedel jagung 3 pcs+sayuran. Di Jakarta mana bisaaaa???!! Ternyata namanya jalan-jalan keluar negeri tidak selalu mahal ya....  tergantung negara nya sih. He he....

Namanya orang Indonesia.. siapa sih yang jalan-jalan tidak belanja?! Padahal berhubung dana kita terbatas, tadinya budget belanja kita tekan seminimal mungkin. Tapi ternyata MBK ini mirip ITC nya Jakarta dimana barang-barangnya lucu-lucu, banyak pilihan dan bisa ditawar pula. Jadilah kita beli gantungan kunci, Thai silk scarf, dll disini. Padahal setelah kita ke Pattaya, di Floating market Pattaya beberapa jenis barang lebih murah daripada di MBK. Tapi yah sudahlah....

Waktu yang tadinya dialokasikan untuk mengunjungi museum Madam Tussaud (museum ini hanya ada di Bangkok untuk di Asia tenggara), gagal total dan malah dipakai untuk belanja he he. Kita sempat coba ke museum tersebut yang letaknya bersebrangan dengan MBK yaitu didalam mal Siam Discovery, tapi kita urung beli tiketnya karena muahalll benerr! Setelah diskon 10% pun harganya masih 720 THB which is lebih dari 200 ribu Rupiah. Haduh, ga deh..... yang ada kita foto2 saja di depan museum tsb, lumayan ada patung lilin Leonardo di Caprio yang lumayan mirip aslinya. He he... Alhasil, kita balik lagi ke MBK karena masih ada waktu sebelum acara selanjutnya dan memutuskan ‘nongkrong’ di KFC. Harga KFC disini sepertinya sama saja dengan Jakarta, yah lebih murah sedikit lah. Menu yang paling berkesan dan juga favorite Bonnie adalah EGG TART yang sepertinya belum ada di KFC Indonesia. Mudah2an dalam waktu dekat jadi salah satu menu goceng amin!! Sambil makan sore, kita sempat mempertimbangkan mau langsung ke Patpong, tempat dimana berbagai macam ‘kinky show’ berada. Tapi badan yang terasa capek dan bawaan kita yang segambreng, akhirnya kita memutuskan batal ke Patpong dan balik ke hostel.

Yah, dari awalnya saya memang sudah flu karena kehujanan di Jakarta dan makin parah ketika tiba di Bangkok. Kondisi yang kurang fit emang bikin perjalanan jadi kurang asyik.  Teman saya pun akhirnya ketularan saya dan sama-sama sakit deh jadinya. Setelah istirahat sebentar, kita jalan-jalan lagi di seputar Khaosan untuk makan malam dan cari beberapa souvenir lagi untuk orang-orang terdekat. Menu kami malam ini adalah pancake banana chocolate yang harganya sekitar 40 THB/porsi (12 ribu Rp). Saya sempat menemukan 1 toko lampu yang cantik sekali.. mereka memajang lampu tidur dengan bentuk yang unik-unik...  Bagi yang ke Khaosan, rugi rasanya kalau tidak beli lampu ini karena 1 set nya hanya sekitar 30 ribu rp saja (100THB). Ada yang bentuk bola-bola warna warni, bunga, bintang, dll... Kayaknya di Jakarta juga ada sih tapi ga yakin apa harganya bisa segitu.  Atas saran seorang teman (lagi), kami pun mencoba Thai Massage alias pijat khas Thailand. 30 menit harganya 100THB (30rb), 1 jam 200 THB dst... karena keterbatasan budget, kita hanya coba yang 30 menit saja.. tapi lumayan banget, sudah seluruh badan dan pijatannya pun enak. Beda dengan pijat ala Indonesia, disini pemijitnya tidak hanya menggunakan telapak tangan untuk memijat, tapi juga siku, dengkul dan kaki mereka! Fantastic! Sebagai penikmat pijit dan segala macam perawatan di salon, saya paling betah berlama-lama ditempat seperti itu. Pemijatnya pun profesional walaupun bahasa Inggrisnya terbatas. Saya sangat merekomendasikan “Charlie massage & spa” di Khaosan road bagi teman-teman yang ingin kesana.

Sepertinya pijatan sudah mulai berefek ngantuk...jadi tidak ada pilihan lebih baik dari kembali lagi ke guest house, minum obat dan tepar....!

Day 3 :  13 Dec ‘11

Ini hari terakhir kami di Bangkok dan Wat Arun menjadi tujuan wisata terakhir sebelum berangkat ke Pattaya. Kami naik tuk-tuk menuju sungai Chao Phraya, karena Wat Arun terletak di seberang sungai tersebut. Hanya 3 THB saja (900 rupiah) biaya per orang untuk menyebrang (murah banget ya!) dengan menumpang perahu boat. Terlihat banyak karung-karung berisi pasir yang berfungsi sebagai tanggul darurat, mungkin ketika banjir kemarin. Hanya butuh waktu sekitar 5-10 menit untuk menyebrang dan menikmati keindahan Wat Arun. Kuil ini satu-satunya yang kami naiki sampai tinggiiii sekali!  Untungnya tidak terlalu ramai jadi tidak berdesakan. Banyak keuntungan traveling di hari kerja dan low season.. tidak terlalu ramai!

Kami sempat lihat-lihat toko souvenir di area tsb.. rata-rata penjualnya bisa bahasa Melayu disini, bahkan ada yang dari Indonesia juga. Kami sempat diberikan diskon khusus untuk beberapa souvenir karena berasal dari Indonesia juga. Senangnya :-)  Puas d Wat Arun, Bonnie mengajak kami ke area “Sitting Budha” (Wat nya susah untuk di pronounce he he) dimana terdapat patung Budha yang sedang duduk. Bonnie sempat berdoa disini dan saya sempat mencoba kebiasaan unik orang Budha, yaitu mengajukan 1 permintaan/pertanyaan di depan “Sitting Budha” tsb sambil mengocok beberapa sumpit yang sudah dinomeri. Kita harus mengocoknya dengan keras sampai keluar 1 sumpit dari kocokan tsb dan kita lihat nomernya. Di dinding ada jawaban dari nomer-nomer tsb.. Bonnie berusaha untuk menterjemahkannya karena semua dalam bahasa Thai. Hmmm lumayan menarik, just for fun :-)

Selesai foto-foto, kami naik taxi menuju guest house.. bersiap untuk check out dan makan siang dulu di restoran Thai Cozy House. Kali ini saya pesan Tom yam goong (udang), kayaknya kurang afdol kalau ke Thailand tanpa makan tom yam asli dari negaranya. Patut dipertanyakan kehalalannya, tapi at least it’s not a pork menu! :p
Kita bertiga berfoto dulu untuk terakhir kalinya sebelum berpisah dengan Bonnie. We will definitely miss you, your kindness, your smile...Bonnie!

Peter (guide) dan Pawitch (supir van) menjemput kita dengan mobil van jam 12 tepat di guest house dan langsung menuju Pattaya. Jaraknya mungkin seperti Jakarta-Bandung dan hanya ada pemandangan jalan toll sepanjang jalan.. sangat membosankan jadi saya memilih tidur. Teman saya juga tidur apalagi dia sedang tidak enak badan. Setelah kurang lebih 2,5 jam, akhirnya kami tiba di tujuan pertama  yang sesuai dengan rute arah tujuan yaitu Floating Market. Disini semua toko dan penjual diatas perahu berada diatas air. Yah, mirip-mirip kampung sampireun di Garut kali yah.... selain wisata kuliner, souvenir disini juga banyak yang tidak kita temui di Bangkok. Untuk kuliner, kami memilih telur bebek goreng dan buah-buahan.. penjual telur bebek ini adalah bapak dan ibu yang ternyata muslim Thai, jadi tidak diragukan kehalalannya. Senang rasanya bertemu sesama muslim di negara orang. Hanya sejam saja kita menghabiskan waktu disini karena acara selanjutnya yang padat. Mini Siam adalah destinasi selanjutnya... dengan harga tiket 300 THB / orang, kita bisa merasakan keliling dunia tanpa harus capek dan keluar biaya banyak!  hampir semua landmark / bangunan bersejarah seluruh dunia ada disini.. sayang tidak ada satupun dari Indonesia. Harusnya Borobudur atau Monas kek ada disini... :-( 

Setelah berkeliling dan puas foto-foto, saya berkesimpulan pariwisata Thailand sebenarnya tidak ada apa-apanya dibanding Indonesia.. tapi kenapa mereka bisa mengemas yang ‘biasa saja’ itu menjadi luar biasa...? sebenarnya Indonesia bisa membuat objek wisata seperti Mini Siam yang tidak hanya menghibur tapi juga mendidik. Coba kalau anak-anak sekolah Indonesia berwisata ke tempat seperti ini.. mereka akan jadi anak sekolah yang tidak gaptek, punya pengetahuan umum yang luas... sekaligus rekreasi. Pada dasarnya saya suka berkunjung ke suatu tempat yang tidak hanya memperkaya pengalaman saya, tapi juga menambah pengetahuan dan wawasan saya... itulah kenapa saya suka museum walaupun saya tidak suka yang kusam dan tidak menarik seperti Fatahilah di Jakarta. Saya suka museum ataupun sejenisnya yang dikemas menarik, menghibur tapi menambah wawasan. Taman Mini agak mirip dengan Mini Siam ini, tapi kita hanya berfokus pada Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. Mudah2an pemerintah Indonesia terpikir untuk membuat yang sejenis di Indonesia. Aminnn!

Cabut dari Mini Siam, kami berencana untuk langsung check in ke Jomtien hostel... tapi karena bertepatan dengan jam sunset, kami sempat mampir sejenak di pantai Jomtien untuk mengagumi keindahan sunset di pantai Thailand... menikmati sunset terakhir kami sebelum liburan usai dan kembali ke kenyataan hidup.

Jomtien hostel saya rekomendasikan bagi teman-teman yang hendak ke Pattaya tapi mempunyai transportasi mobil sewaan – karena lokasi Jomtien yang cukup jauh (sekitar 20 menit) dari pusat kota (South Pattaya). Tapi apabila tidak ada mobil, maka lebih baik menginap di daerah South Pattaya dimana semua keramaian terpusat dan turis dari berbagai penjuru dunia tumplek blek. Sepanjang jalan di pusat kota Pattaya, saya dapat mendengar turis-turis dari bahasa yang saya kenal sampai ke bahasa yang saya tidak kenal (saya menebaknya sih mereka dari Yunani, dari logat bicaranya).  Tapi di Jomtien, daerahnya lebih sepi... lebih tenang. Cocok untuk yang mau bulan madu, sepertinya :p Pantai Jomtien juga tidak penuh dengan ‘ayam’ seperti di pantai Pattaya. Yah, tergantung selera.... bagi yang mau cari ‘ayam’ yah tentunya harus nongkrong di pantai Pattaya. Rumornya, apabila laki-laki sendirian berada disini, sudah pasti akan digoda oleh cewek2 Thailand yang agresif... bisa jadi cewek atau cowok... hiiiii! Hehehe.... makanya saya sempat baca, banyak laki2 yang pergi kesini dengan pacar, istri atau teman wanita apabila tidak ingin digoda / diganggu ‘ayam’.   Anyway, back to the hostel... saya beruntung sekali mendapat kamar dorm yang tidak ada penghuni lainnya alias saya seorang yang menginap malam ini di kamar tsb. Bagi yang belum tau apa itu kamar dorm, itu adalah tipe kamar yang tidak ada istilah privacy disana. Kamar tsb diperuntukkan untuk lebih dari 2 orang – biasanya ada 4 – 10 tempat tidur dalam 1 kamar, bisa tempat tidur biasa atau susun. Di Singapore, saya sudah merasakan tidur di dorm tempat tidur susun berisi 10 orang mix male & female. Untuk Jomtien, saya pilih yang female only dan max 4 orang dalam kamar. Untuk kamar seharga Rp. 70.000 / malam, saya merasa fasilitasnya sangat memuaskan. Ada balkon segala lagi... kamar mandi bersih, air hangat, kulkas, kipas angin, dll. Hanya TV, AC, lemari pakaian dan sarapan saja yang tidak ada.. which is understandable. 70 ribu gitu loh.....

Tiffany Show jadi jadwal kita berikutnya, terletak di daerah South Pattaya.  Hanya ada 3 jam pertunjukan untuk Tiffany Show setiap harinya, yaitu jam 18.00, jam 19.30 dan jam 21.00. Masing-masing pertunjukan sekitar 1 jam lamanya. Karena laper, jadi kita beli tiket untuk pertunjukan jam 9 malam dan cari makan malam dulu. Saya kasian juga dengan Peter yang pusing setiap jam makan untuk mencarikan saya makanan halal. Akhirnya saya menyerah dan bilang, apa saja asal bukan B2, ayam atau sapi. Akhirnya pilihan jatuh ke seafood... well, Bismillah aja deh.....

Selama perjalanan ini, saya sangat royal dengan makanan... saya berani traktir Bonnie, Peter dan sang supir untuk makan sepuasnya karena harga makanan yang sangat amat murah.... bahkan di Pattaya saja yang menurut Bonnie serba mahal, tidak seberapa menurut saya, apalagi dibandingkan dengan di Jakarta. Di restoran seafood saja hanya menghabiskan sekitar 365 THB saja atau tidak lebih dari 110.000 rupiah untuk 4 orang, dengan menu seafood, minuman fruit punch, dsb. Gila banget deh.... kalau di Jakarta, itu bisa 200 ribuan, kecuali kalau seafood warung tenda kali.

Tiffany Show benar-benar pertunjukan yang mengagumkan dari segi seni,  sangat profesional, artistik, menghibur dan sedikit mencengangkan mengingat seluruh pemeran wanitanya adalah ladyboys. Saya agak sedikit kecewa karena ternyata pertunjukan teater ini tidak ada jalan ceritanya... mereka hanya menjual kostum yang indah, nyanyian, tarian dan sedikit komedi. Akan lebih baik menurut saya apabila berbentuk cerita... tapi mungkin tata panggungnya jadi monoton karena disini tata panggungnya berubah setiap 10 menit. Kalau dihitung-hitung, sepertinya semua pemeran disitu bisa ganti kostum lebih dari 4 kali!  Harga tiket yang mahal (paling mahal selama liburan ini) yaitu 600 THB sangat worth it dengan pertunjukan tsb. Sayang kita dilarang mengambil foto/video selama pertunjukan... walaupun saya sempat mencuri 1-2 foto secara diam-diam he he... (psssstt!)

Selesai pertunjukan, para ladyboys sudah menunggu kita di depan lobby gedung pertunjukan dan mengajak kita untuk foto dengan mereka. Karena saya pikir gratis, saya langsung menerima ajakan 2 orang ladyboys yang menarik saya untuk foto dengan mereka...wow, cantik-cantik sekaliii!! Ternyata eh ternyata..bayar loh...! mereka menagih 100 THB/ orang (dengan suara ngebasnya!!). Huhuhuhu, jadi bayar 200 THB deh... oh well, ya sudahlah... daripada tidak ada sama sekali foto dengan ladyboys.

Peter sepertinya tidak rela kita pulang ke hostel terlalu cepat dan mengajak kita untuk berjalan-jalan di Walking street... sebelah Pattaya beach. Walking street ini hanya bisa untuk berjalan kaki... suasananya sama persis seperti Legian, Bali atau Khaosan road di Bangkok. Bedanya, sepanjang mata memandang lebih banyak pemandangan bule + ‘ayamnya’ (seketika, saya jadi langsung ilfeel sama bule!). Selain itu bar-bar disini lebih ‘vulgar’....  menawarkan ‘ayam’ dengan memajang mereka di etalase luar bar mereka, hanya dengan bra + panties saja, joget-joget erotis, mengundang pengunjung untuk masuk ke bar mereka. Berhubung saya sudah berhenti total dari merokok dan tidak mau lagi minum alkohol, maka pergi ke bar tidak ada dalam budget maupun itinerary kami.  Teman saya pun sepertinya tidak berminat untuk masuk sama sekali. Bagus lah...

Entah karena faktor U atau memang kondisi badan yang kurang fit, kami tidak kuat lama-lama jalan kaki... dan memutuskan untuk balik ke hostel agar besok bisa bangun pagi juga dan menyambut sun rise.

Day 4 : 14 Dec ‘11

Alarm sebenarnya sudah saya setel untuk berbunyi jam 5 pagi... tapi entah kenapa saya baru mendengarnya di jam 5.25..! Ok, time to get up and go! Saya paling tidak bisa bangun tidur dan tidak minum yang hangat-hangat.. sudah kebiasaan dari kecil, jadi kami mampir dulu ke 7-eleven untuk beli kopi dan sarapan.

1,5 jam kita habiskan di pantai Jomtien untuk sarapan, menanti dan menikmati sunrise (yang ternyata ga kelihatan juga dari sisi pantai tsb hi hi), main air dan.. mencari kerang! Seperti balik lagi ke waktu saya SD, hampir tiap hari Minggu Alm. Papa mengajak saya ke pantai Ancol.. juga dalam rangka menyembuhkan asma saya. Lumayan berhasil karena sekarang asma saya jarang sekali kumat, bisa dibilang sudah sembuh total. Di Ancol, walaupun kotor, tetap kegiatan mencari kerang merupakan hobby saya dari kecil.

Jam 8 tepat, Peter dan mobil van sewaan sudah menjemput kita di hostel. Setelah check out, kita berangkat ke Pattaya city view yang ternyata adalah spot foto di ketinggian dengan latar belakang kota Pattaya yang indah sekali. Jangan sampai pergi ke Pattaya tanpa mampir di tempat ini (gratis). Pemandangan yang sangat menakjubkan ini sangat sayang untuk dilewatkan. Setelah puas berfoto dengan berbagai macam gaya, kami melanjutkan perjalanan ke Royal Garden Plaza, tempat museum Ripley’s believe it or not berada. Tadinya kita ingin mengunjungi the Sanctuary Truth (kuil Buddha) tapi batal karena harga tiketnya yang mahal sekaliii.

Jadilah pilihan jatuh ke Ripley’s Believe it or Not museum yang cukup menarik. Tapi bagi yang kurang suka museum / indoor activities sebaiknya jangan berkunjung kesini karena akan jadi membosankan untuk tiket seharga 480 THB.  Lokasinya di dalam bangunan bernama Royal Garden Plaza (lantai 2), masih di sekitaran South Pattaya. Untungnya guide kami sudah sering sekali ke Pattaya jadi tidak ada nyasar-nyasar deh...

Setelah menghabiskan waktu sekitar 1 jam di dalam museum, kami mencari makan siang. Supaya lebih murah, kami cari diluar gedung... sebelum keluar gedung, saya sempat melihat ada sale sarung bantal dari thai silk buatan Chiang Mai hanya seharga 100-120 THB! Wah, mama saya pasti senang sekali dikasih hadiah ini.. tapi berhubung kedua tas saya sudah overload, saya tidak bisa beli banyak2 barang lagi dan hanya beli 2 sarung bantal. Sesampainya di Jakarta tentu saja mama saya bilang, kenapa beli cuma 2 sih? Huhhhuhuhu.....

Lagi-lagi kami pusing dengan urusan makan... sempat mampir ke rumah makan seafood, tapi saya ilfeel makan disitu karena sepertinya tidak ada halal-halalnya... akhirnya pindah dan pilihan tetap jatuh ke rumah makan vegetarian yang terletak disebelahnya. Apapun minyak yang digunakannya, semoga Allah memaafkan saya, amin. Saya memilih nasi merah dan jamur yang ternyata rasanya aneh bin ajaib. Terlalu banyak rempah-rempah yang sayapun ga tau apa namanya... teman saya pun sama pilihan makanannya aneh banget rasanya. Akhirnya kami pesan 1 porsi nasi goreng saja.... untuk berdua. Alhamdulillah rasanya normal walaupun agak hambar, tapi untungnya ada ikan asin di dalam nasi gorengnya. Total makan ber-4 kami hanya 300THB saja yaitu sekitar 90.000 Rupiah.

Selesai makan, kami berangkat ke Bangkok untuk langsung ke airport. Walaupun flight kami jam 20.55 tapi kami tidak mau ambil resiko ketinggalan pesawat dan berusaha datang seawal mungkin. Sebenarnya sih masih bisa 1 tujuan lagi kalau mau, tapi kami tidak mau terburu-buru mengingat bandaranya luas sekali.
Hanya butuh 2 jam untuk mencapai airport dari Pattaya. Jam 4 kami sudah tiba dan mengucapkan selamat berpisah dengan Peter & Pawitch. Kami juga berikan sedikit souvenir untuk mereka. Saya sangat merekomendasikan mereka sebagai guide dan driver walaupun sewa van nya mahal untuk ke Pattaya.

Sembari menunggu, kami cari makan lagi supaya tidak perlu makan didalam pesawat yang menunya tidak sesuai selera kami. Pilihan jatuh ke Burger King, walaupun tidak ada lambang halal... ya sudahlah. Ini makanan kami paling mahal selama di Thailand. 530THB untuk berdua (paket Burger, kentang, minum), bahkan lebih mahal dari di Jakarta. Kesimpulannya, hampir semua makanan di Thailand murah kecuali di airport he he he... kami tiba di Jakarta sekitar jam 00.30 dan langsung naik taxi untuk pulang. Tidur kurang dari 2 jam untuk kemudian bekerja lagi.... mencoba semangat bekerja agar bisa jalan-jalan lagi...! next destination : HongKong & Macau..! semoga ada rejekinya! Amin! :)
 
Note : Total biaya yang dikeluarkan selama trip ke 2 kota ini sekitar 3 juta (sudah termasuk tiket pesawat) dan diluar pengeluaran belanja pribadi. Kalau hanya ke Bangkok, mungkin 2 juta cukup. Tidak mahal, bukan? So, let’s pack our bags and travel... NOW!

Rabu, 11 Januari 2012

Unconditional Love

If anybody would ask, what is the craziest thing I’ve ever done in my life, this would be it. But if anybody would ask, what is the best decision you’ve ever made in your life.. the answer would be this, too. The ticket was booked on Wednesday, to fly on Saturday...alone!

------

Entah datang darimana keberanian itu, tapi itulah yang terjadi. I just got to meet him, to see him, to tell him how I’m feeling about him. I’m so glad i did... i thought fairytale is only in movies.. but i believe that we can make one, if we want. Seperti cerita di film-film drama, diakhiri oleh ‘happily ever after’...i hope, eventually it will.

Tiba di bandara jam 4 pagi, dengan perasaan campur aduk.. didominasi oleh ketegangan yang teramat sangat. Perasaan yang sama seperti anak sekolah yang akan ujian Umptn atau anak kuliahan yang akan ujian skripsi/kompre. Persis...
Ketidakpastian itu terus menghantui... bertanya-tanya, apa yang nanti akan terjadi?

Cuaca yang kurang baik, membuat penerbangan sedikit kurang nyaman. Banyak turbulance, kurang tidur, belum sarapan, perasaan yang berkecamuk...semua menjadi satu. Tapi yang paling penting, aku tiba dengan on time, tak ada delay dan selamat. Sempat bingung, akan naik apa ya ke kota nya? Kereta cepat, bis atau taxi? Berhubung ini adalah perjalanan yang tidak terencana, mendadak, kurang persiapan... tanpa sempat browsing mengenai transportasi, komunikasi dan sistem yang berlaku di negara tsb, akhirnya banyak bertanya menjadi satu2nya pilihan... di tengah2 orang-orang yang sepertinya kurang ramah, indivualis.. jawaban tidak mudah didapat. Memang betul kata orang, kita akan lebih menghargai negara sendiri ketika kita sudah membandingkannya dengan negara lain. Well, mungkin pendapat ini akan sedikit berubah ketika kita berkunjung ke negara yang jauh lebih maju sistemnya. Tapi dalam hal keramahan? Adakah yang lebih ramah dan helpful dari negara kita?

Entah kenapa, negara itu juga tidak membuatku terlalu terkesan..mungkin karena memang tujuannya bukan untuk berlibur, bukan untuk mencari hiburan dan menikmati pemandangan, jadi feel-nya juga beda. Buat aku, semua biasa saja... hanya jenis manusianya saja yang beragam. Sepertinya berbagai warganegara bercampur baur disini..beda dengan negara kita yang jarang ada WN lain di lingkungannya. Disini dari chinese, india, melayu, bule..sepertinya semua berbaur.

Akhirnya aku memutuskan naik taxi – yang tarifnya 8x lipat lebih mahal daripada naik bis. Tapi aku pikir itu lebih baik, karena taxi mengantar sampai ke alamat tujuan.. daripada harus bernyasar2 ria di negara orang yang aku belum pernah kunjungi sama sekali.. lebih parah lagi, ini pertama kalinya aku menggunakan pasporku, alias pergi ke negeri orang!  I was not in favor of bus and I’m in a hurry too. Sudah sempat juga sih naik bis...tapi entah kenapa akhirnya aku turun lagi dan minta uangnya kembali... feeling not so good with taking a bus.
Ternyata tidak mudah juga mencari alamat yang dituju..sepertinya jalanan itu tidak begitu terkenal sampai supir taxi pun tidak tahu...akhirnya kita harus telpon receptionist hotel tsb untuk memandu jalan.


Dengan segala harapan dan emosi yang berkecamuk di dada, akhirnya aku tiba juga di tujuan. Hostel yang lumayan bagus, menurutku..mungkin karena gedungnya masih baru dibangun. Setibanya di receptionist, aku bertanya ia ada di kamar no berapa.. sempat bingung apakah akan langsung check in juga disitu atau menunggu sampai agak sore..
Akhirnya aku memutuskan nanti saja...dan langsung naik ke lt. 3 untuk menemuinya.
Dag dig dug... knocking at his door. No answer.
Sempat bertemu dengan cleaning service.. untuk bertanya mengenai dirinya, apakah ada di kamar? Ia bilang ada... tapi mungkin sedang tidur jadi tidak dengar ketukan pintu. Akhirnya aku memutuskan untuk menunggu...mengetuk, menunggu, mengetuk dan menunggu sampai 1 jam...! tidak ada jawaban....
Di telpon juga tidak diangkat, sms tidak dibalas..email apalagi... ada apa?

Tiba-tiba orang dr front desk naik menemuiku...dan bilang bahwa tamu dibalik pintu tersebut complain dan minta supaya orang yang ada di depan pintunya diusir...!
Aku setengah tidak percaya. Aku sudah kirim email mengenai rencana kedatangan ini, walaupun belum ada balasan... jadi harusnya ia sudah tau aku akan datang. Apakah separah ini sampai tidak mau menemuiku? Akhirnya aku sudah hampir menyerah... aku lelah, ingin istirahat. Aku turun ke lobby untuk check in... dan minta kamar di lantai yang sama dengan dirinya. Yup, i got it! Dan mungkin itu memang sudah bagian dari rencana Tuhan...kamarku berseberangan dengan kamarnya! What a perfect location... aku hanya bisa berdoa, untuk bertemu dia ketika dia keluar nanti... aku akan menunggu.  Aku menunggu lagi.. sekitar sejam sampai akhirnya aku kelaparan karena belum bertemu nasi dari pagi dan memutuskan untuk cari makanan diluar. Terbersit juga keinginan untuk melihat-lihat kota ini, untuk menghibur diri dan hati yang hancur. Aku naik bis ke pusat kota.. dengan bodohnya, tanpa menghapal nomer bis tsb, untuk nanti kembali lagi. Sampailah aku ke pusat kota... dimana menara kembar yang terkenal itu berdiri dengan kokohnya – walaupun masih dengan tingkat kekaguman yang ‘biasa saja’..belum sampai ‘luar biasa’. Aku penasaran, ada apa di dalam sana? Tapi ternyata tidak jauh beda dengan Grand Indonesia..atau shopping center lain di indonesia. Sama sekali tidak menarik, terlepas dari pernak pernik yang dijual yang memang unik dan banyak yang tidak ada di sini. Berhubung perut sudah tidak bisa diajak kompromi, food court lah yang menjadi tujuan utama. Pilihan jatuh pada BBQ chicken rice yang murah banget menurutku, sebanding dengan rasanya. Hanya sekitar 18 ribu rupiah saja. Sampai aku foto makanannya karena menggoda dan enak..
Selesai makan, aku hanya berjalan2 sebentar...membeli pernak pernik yang sebenarnya tidak perlu, hanya karena ingin menghibur diri yang sedang sedih dan bingung.

Satu hal yang membuatku kagum hanyalah taman yang terletak di area tersebut karena penataannya yang rapi dan terlihat indah.... lengkap dengan air mancur dan kolam untuk anak-anak berenang. Sempat terpikir indahnya hidup kalau punya rumah dekat dengan taman seperti ini....bisa setiap saat datang hanya dengan berjalan kaki... tapi, kapan ya?

Selesai dari sana, aku memutuskan untuk kembali ke hotel...tapi memang pada dasarnya di negara orang, rasanya belum pas kalau tidak nyasar. Karena tidak tau nomer bis mana yang harus dinaiki...harus berputar-putar dulu turun naik bis sebelum akhirnya tiba juga di kamar hotel setelah maghrib. Pffuihh....
Selesai sholat, aku ingin rebahan dan mengistirahatkan kaki yang pegal... walopun yang lebih penting adalah menenangkan hati yang gundah dan resah.

Tiba-tiba aku teringat akan kado yang sudah kupersiapkan untuknya. Dengan hati yang hancur, aku letakkan kado yang kubawa khusus dari Jakarta, di depan pintunya, walaupun nanti tidak ia pakai, atau ia buang.. aku akan tetap berikan untuknya...tidak mau untuk membawanya kembali ke Jakarta. Ketika aku bersiap untuk solat isya.. aku dengar suara pintu dibuka dan kaki yang menginjak tas kresek yang membungkus kaos tsb... Dia keluar kamar!! Aku sempat ragu2 untuk membuka pintu kamarku.. tapi aku tau..it’s now or never! Sekarang, atau tidak akan pernah lagi aku melihatnya... dan perjalanan mahal ini akan sia-sia. Pilih yang mana? Logika dan perasaanku menyatu untuk membuka pintu kamarku... pas disaat ia melihat ke arahku dengan setengah tidak percaya.. menyebut namaku, dan aku cuma bisa menjawab dengan “Hi” sambil tersenyum terharu..setengah tidak percaya juga kalau ia sudah banyak berubah...  Begitu kurus, begitu tak terurus, begitu lemah...  tanpa bercukur paling tidak selama 5 hari. Ternyata ia sedang sakit... sakit yang tidak bisa dijelaskan. Hanya bisa dirasakan. Sudah berhari-hari ia tidak makan, hanya minum... kenapa bisa separah itu? Akupun tidak mengerti...tapi yang jelas perasaanku tidak berubah... aku hanya ingin bersamanya, in good times or bad times, merawatnya.. selama aku bisa. Tentu saja, butuh perjuangan dan bujukan panjang lebar agar aku bisa tetap bersamanya.. karena pada dasarnya, ia tidak mau bertemu aku dengan keadaan yang tidak ‘sehat’.  Selidik punya selidik...ternyata ia tidak tau aku akan datang. Sudah berhari-hari ia tidak cek email... aku juga tidak sms atau telp karena aku pikir email sudah cukup. Toh selama ini komunikasi kita hanya email saja, diluar komunikasi batin yang sangat kuat kita rasakan.
Berulang kali ia berkata “seharusnya kamu tidak kemari...seharusnya kamu tidak melihatku seperti ini....” tapi aku hanya bisa menjawab “semua sudah terlambat...aku sudah disini...dan tak ada yang berubah”. Aku memaksanya untuk pergi ke rumah sakit, tapi menurutnya itu percuma...nothing that they could do.

Akhirnya aku menyerah pada sifat keras-kepala-nya. Butuh waktu sampai akhirnya ia bisa nyaman denganku berada didekatnya... menggenggam tangannya, sambil terus meyakinkannya bahwa aku disini bukan untuk menghakiminya, tapi untuk mengunjunginya sebagai seorang teman baik...sebagai sahabat yang saling mencintai.

Kita menghabiskan malam dengan bercerita ngalor ngidul...tentang masa lalu, masa kini dan masa depan... bahkan dalam keadaan sakit, dia masih bisa menjadi teman dan pendengar yang baik. Ada kalanya kita hanya diam membisu...dengan tangan yang saling menggenggam erat.. menikmati setiap detik kebersamaan yang akan segera kadaluwarsa...expired...tamat.

Penerbanganku yang jam 10 pagi, membuatku harus pergi ke bandara paling lambat jam 7 pagi...dengan segala sumpah serapah dan penyesalan, mengapa tidak booking jam  yang lebih sore...tapi aku tau itu tidak ada gunanya. Sooner or later..kita harus berpisah, dengan janji...kita akan bertemu kembali. Ketika saatnya tiba, ia yang akan datang mengunjungiku...disaat semua sudah menjadi baik. Disaat semua sudah mendukungnya untuk membina suatu hubungan...disaat cinta yang tumbuh berkembang itu dapat terus berjalan bersama dalam satu ruang dan waktu. Walaupun nanti kita ternyata bukan jodoh...tidak akan ada yang pernah berubah. I finally found what i’ve been looking for. Semua yang aku cari ada di dirinya... aku hanya bisa berusaha untuk meraihnya, lebih dari itu Tuhan yang menentukan, apa yang terbaik untuk kita. Aku hanya bisa berusaha dan bersyukur, diberikan Tuhan karunia untuk bisa mengenalnya...belajar banyak darinya...berada di hidupnya. Pada saat kita saling mengungkapkan apa yang ada di hati kita selama ini, aku berkata.. “aku bersyukur, aku menemukanmu di hidupku ini..aku tidak ingin melepaskanmu begitu saja“. Dia pun hanya menjawab singkat..”Kita saling menemukan dan aku juga tak mau kau lepaskan...”.

Pagi sudah tiba dan waktu sudah menunjukkan jam 6 lewat, tak banyak lagi waktu tersisa untuk bersamanya. Dengan perasaan malas, aku beranjak untuk mandi dan bersiap-siap. Sambil merenung... ia masih saja membuatku terkagum-kagum dengan semua sikapnya.. seakan bukan 5 tahun yang lalu aku mengenalnya tapi baru kemarin.  Hanya dia laki-laki yang bisa membuatku merasa seperti wanita seutuhnya. Entah kenapa...mungkin karena latar belakangnya yang sangat well-educated, well-mannered, tahu bagaimana memperlakukan manusia, terutama wanita, dengan baik. 
Dalam keadaan sakit, ia masih menunjukkan tanggung jawabnya sebagai laki-laki untuk membantuku berkemas dan mencarikanku taxi...bahkan sempat memaksa untuk mengganti uang tiket dan taxiku..yang tentu saja aku tolak dengan sopan.

Tibalah saatnya perpisahan itu... aku tidak kuasa untuk tidak memeluknya erat, menegaskan bahwa aku mencintainya dan berjanji untuk bertemu lagi. Walaupun aku tahu tidak ada jaminan bahwa kita akan bertemu lagi... semua tergantung nasib, takdir, restu Tuhan.

Segala ‘kekacauan’ di bandara, tidak mengurangi rasa gembiraku. Dari boarding pass yang tertinggal di imigrasi, keluar masuk pintu sensor dengan membawa tas punggung, yang tentu saja menimbulkan bunyi alarm yang sangat keras...malunya! Belum lagi bandara disitu sepertinya sangat tidak user friendly! Semua tanda dan penunjuk arah tidak jelas...apa mungkin akunya saja yang sedang tidak konsen? Hmmm..kurang tahu juga sih. Tapi yang jelas buat aku bandara itu lebih mirip stasiun kereta api.

Perjalanan pulang ke Jakarta berjalan mulus. Cuaca cerah, tidak ada goncangan berarti. Aku menikmatinya dengan menyantap sarapan sambil menatap keluar jendela.

Aku tiba di Jakarta dengan senyum yang lebar..hati yang lega, bahagia, gembira, cerah.. secerah pagi itu. Target perjalanan ini akhirnya bisa tercapai dengan penuh perjuangan. Aku hanya ingin bertemu dengannya, itu saja. Tapi kenyataannya, tidak hanya bertemu, tapi kita bisa menghabiskan malam bersama... mencurahkan apa yang selama ini ada di dalam hati masing-masing.. menyatakan cinta, tak hanya lewat tulisan seperti yang selama ini kita lakukan.. tapi bisa mengucapkannya langsung, dengan menatap matanya. Itu sudah lebih dari cukup.

Betapa indahnya cinta apabila kita bisa mencintai tanpa syarat..tanpa menuntut timbal balik..dicintai dengan apa adanya...aku bersyukur bisa merasakannya walaupun aku tahu aku tidak bisa berharap lebih dari ini.  Tidak ada rayuan gombal disana, tidak ada janji-janji muluk mengenai hubungan kita.. tidak ada tuntutan yang menjadi beban.. atau komitmen basi yang kita sama-sama tau tidak perlu diucapkan, tapi akan otomatis dilakukan apabila hati kita sudah menyatu. Semuanya kembali ke dua hati penuh cinta yang saling bertaut... Selamanya.