Jumat, 13 Juli 2012

Hong Kong, Shenzen, Singapore

Selalu ada cerita di balik setiap perjalanan. Khusus untuk saya pribadi, motivasi terkuat untuk melakukan perjalanan hanya dua... tiket yang sangat murah atau saya punya teman di daerah tsb yang sekaligus bisa jadi guide. Untuk kali ini alasan kedua yang jadi latar belakang kenapa saya memilih Hong Kong sebagai kota tujuan..

Long weekend tgl 17-22 Mei 2012 dipilih untuk perjalanan ini.. dengan tiket yang dibooking 2 bulan sebelumnya. Yah, lumayan juga harganya 3,5 jt PP by Tiger airways via Singapore.
Untuk Jkt-Sing-Jkt nya saya pilih Jetstar karena perbedaan harga yang cukup signifikan.. walaupun pada akhirnya saya nyesel juga ga pilih Tiger karena ternyata Jetstar n Tiger beda terminal. Yah, we never know anything until we experience it.

Persiapan dilakukan selama 2 bulan tsb.. yang terpenting tentunya budgeting dan saya memutuskan untuk bawa USD dan HK dollar saja, walaupun ada rencana transit 1 malam di Singapura dan ke Shenzen (China) dimana mata uangnya beda lagi yaitu China Yuan atau Remimbi. Sekalipun mereka 1 negara yaitu RRC, tapi HK merupakan special region yaitu daerah khusus yang bahkan warga negara China saja tidak bisa sembarangan masuk ke HK. Justru lebih ribet perijinannya daripada orang Indonesia yang cm bermodal paspor. Aneh ya... but it’s true.

Persiapan yang terakhir adalah packing tentunya. Setelah hampir 2 tahun backpack kesayangan saya menemani traveling, sepertinya sekarang sudah terlihat usang dan mulai sobek disana sini.. jadi saya memutuskan bawa travel bag dan tas tangan saja. Agak butuh banyak waktu untuk menentukan ‘fashion wardrobe’ yang akan dibawa secara HK kota yang fashionable dan saya pengen terlihat sedikit ‘gaya’. Beda kalo kita mau traveling ke Bali atau Bangkok.. kayanya nge-gembel juga ga masalah... tapi kali ini feelingnya beda aja dan saya ga mau terlihat ‘gembel’ he he :) Ujung-ujungnya, urusan mix & match baju, asesoris, tas, sepatu, sendal dll yang akan dibawa butuh waktu agak lama.

I’m finally ready to go.... Ok, let’s start the journey...!



Day 1 : Airport Hassle

Flight pagi mengharuskan saya untuk bangun subuh dan cabut ke bandara jam 6.30 pagi.
Sempat khawatir juga kalo sampe delay.. bisa bubar semua rencana! Untungnya saya bisa leluasa dengan waktu karena tiba 2 jam sebelum take off dan sudah dapat konfirmasi kalau schedule on time. Satu-satunya berita buruk yang saya dapat adalah, Tiger airways mangkal di budget terminal sadangkan Jetstar di terminal 2...! Yang berarti saya harus lari-larian untuk bisa mencapai flight ke Hong Kong dengan on time karena lay over time yang hanya 1 jam 20 menit saja! Teman saya di HK sampe pesimis dan sudah memikirkan back up plan, kalau memang sampe ketinggalan pesawat. Keadaan yang juga kurang menguntungkan, saya dapat seat agak belakang, yang artinya ga bisa duluan turun dari pesawat.... untungnya saya tidak menggunakan bagasi, jadi bisa langsung lari cari jalan menuju budget terminal. Anyway, ini pertama kalinya saya naik Jetstar dan baru kali ini saya naik budget airlines yang ngasih snack walaupun itu hanya air putih dan roti, tapi it’s really something. Secara Air Asia dan Tiger Airways (dua budget airlines yang saya naiki sebelumnya) sama sekali tidak memberikan apapun. Lumayan bisa ngirit budget, ga perlu beli makanan/minuman di pesawat :-)

Tiba di Singapore, saya langsung lari-larian ke imigrasi untuk clearence dan naik kereta/tram ke budget terminal (setelah tanya sana sini tentunya). Sampai di budget terminal, masih sempet-sempetnya saya salah antri... karena ternyata counter yang saya antri bukan untuk check in melainkan untuk pelayanan Tiger airways lainnya (beli bagasi, dll). Damn...! tentu saja, counter check in nya sudah tutup karena itu sudah 30 menit lagi sebelum boarding.. Tapi saya tetep maksa sembari diomelin juga dan beralasan kalau connecting flight saya yang telat. Untung masih rejeki sehingga dilancarkan semua urusan saya termasuk imigrasi. Sempat tanya sih sama petugas imigrasi, gate saya jauh / tidak dan dia bilang jauh.. :(
Ok, then it’s time to run! Lari-lari lah saya menuju gate karena waktu sudah menunjukkan lebih dari jam 1.30 dan flight saya jam 2 siang. Sampai di gate, ternyata penumpang belum boarding dan masih antri untuk masuk pesawat... bahkan ada juga penumpang yang lebih telat dari saya... huh! Tau gitu saya ga perlu lari-lari... cukup sekali ini aja deh lay over time kurang dari 2 jam... Cuma bikin pusing n capek aja.

Moral of the story :

1) Perhatikan benar di terminal mana airline kita mangkal... harusnya bisa dapat informasi ini dari google atau cek ke bandara nya langsung, karena kalau layover time-nya mepet seperti saya ya bisa bikin susah juga plus spot jantung.... usahakan kedua airlines tsb 1 terminal, kalau perlu 1 airlines sehingga udah pasti 1 terminal dan lebih bagus lagi kalo ga perlu pindah pesawat.
2) Usahakan beli seat ketika booking tiket tsb dan duduk di seat depan... duduk di seat belakang hanya memperlambat waktu, apalagi kalau pake bagasi. Minimalkan semua proses agar bisa terkejar flight selanjutnya dan tentunya jangan lemot (kelamaan mikir) dan kelamaan jalannya... usahakan lari ketika memungkinkan :)

Di perjalanan psawat ke HK, waktu sepertinya berjalan sangat lambat.. sama seperti perjalanan Jkt – Bangkok, yaitu sekitar 3 jam dari Singapura. Apabila dari Jakarta, maka butuh waktu sekitar 4 jam lebih. Untung saya selalu bawa buku bacaan karena sangat jarang saya bisa tidur di pesawat.

Waktu menunjukan pukul 6 tepat (lebih cepat 1 jam dari Jakarta) ketika pesawat mendarat di bandara internasional Hong Kong, yang tepatnya berlokasi di Lantau island. Bagi yang belum tau, Hong Kong dibagi menjadi 3 region besar yang dipisahkan oleh lautan, yaitu Hong Kong island, Kowloon dan New Territory. Lantau island termasuk salah satu pulau terbesar di New Territory tsb dan sedang berkembang juga di sektor propertinya. Alhamdulillah, semua lancar sejauh ini... karena tragedi Sukhoi yang baru-baru saja terjadi benar-benar membuat kita harus banyak berdoa ketika di dalam pesawat, kemanapun tujuannya.

Satu hal yang pasti adalah, antrian imigrasi untuk masuk HK yang mirip ular naga panjangnya... dan menurut teman saya yang sudah sering bolak balik HK, memang keadaanya SELALU seperti itu. Mostly adalah rombongan tur yang mau liburan dan mayoritas bahasa yang terdengar di telinga saya tentu saja Mandarin. Walaupun katanya bahasa Mandarin mayoritas di HK adalah Cantonese, tapi sebagai orang awam, saya tidak bisa membedakan mana yang Mandarin umum dan dialek khusus. Buat saya bahasa Cina terdengar sama saja dan mereka kalau bicara keras sekali, mirip orang yang sedang bertengkar, tidak perduli sedang berada dimana.

Akhirnya, selesai juga semua urusan formalitas untuk masuk negara ini... Teman saya yang menjemput malah sampai lebih dulu di airport dan sempat menunggu saya agak lama. Dia sudah janji akan traktir saya dinner apabila saya bisa sampai di HK hari ini dan senang rasanya menang taruhan tsb! Gak percuma lari-lari.... :D Setelah bertemu di arrival hal, kita pergi naik bus untuk menuju apartemen dia di area Tung Chung, tidak jauh dari airport. Ini pertama kalinya saya naik bus double decker dan kita duduk di bagian atas, pas didepan jendela. Ternyata teman saya ini sepertinya sudah biasa jadi guide dan sudah ahli bagaimana memperlakukan ‘turis’ norak seperti saya ini.. he he. Karena bisa saja kita memilih transportasi MTR (subway) atau taxi, tapi dia malah memilih bus double decker. Anyway, good choice... it’s better than subway because we can see the view more with a bus, as a tourist (or I prefer to call myself a traveler).

Tiba di area apartemen, saya langsung terpana dengan pemandangan lampu-lampu cantik gedung-gedung disana yang tentunya tidak saya lewatkan begitu saja tanpa diabadikan.
Amazing city of lights! Itu kesan pertama yang saya dapat dari kota cantik ini...

Area apartemen teman saya mirip2 dengan apartment di kelapa gading (MoI), yaitu bersebelahan dengan Mall yang bernama Citygate. Stasiun MTR Tung Chung juga alhamdulilahnya berada di dalam area mal ini, jadi tinggal jalan kaki 10-15 menit saja. Kita mampir dulu ke dalam mall tsb untuk dinner. Teman saya sempat tanya saya mau makan apa.. ketika saya bilang yang halal, dia menyerah karena disekitar area tsb tidak ada makanan yang benar2 pasti halal di area tsb... jadi ya saya pasrah aja deh dan memilih steak untuk dinner kita malam itu. Harganya sekitar 80.000 s/d 150.000 untuk 1 porsi paket, so it’s better be good taste!
Selesai makan dan ngobrol2, kita jalan ke apartment.. kaki saya rasanya kalau bisa ngomong pasti sudah teriak2 minta diistirahatkan. Apartment tsb terdiri dari 1 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan ruang tengah. Secara tempat tidurnya tidak besar, jadi saya tidur di kamar tidur sedangkan teman saya tidur di ruang tengah menggunakan kasur lipat. Hmm.. belum apa-apa saya sudah merepotkan. Saya sempat keberatan dan minta tidur di sofa ruang tengah saja, tapi teman saya tidak mengijinkan jadi ya sudahlah..



Day 2 : Amazingly Beautiful City

Banyak hal yang baru pertama kali saya rasakan di perjalanan kali ini. Selain naik bus double decker, ini juga pertama kalinya saya tidur di lantai 60 sebuah gedung! Ternyata teman saya menyewa apartment di lantai paling atas, dengan pemandangan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata ketika melongok keluar jendela... Saya sempat kaget ketika bangun tidur dan langsung melihat pemandangan sebuah gunung dari jendela besar yang berada tepat di samping tempat tidur. Karena waktu tiba di malam hari, gunung tsb tidak terlihat... such an amazing feeling. Kapan ya...saya punya rumah seperti ini dan tiap hari bangun disuguhi pemandangan seperti itu? Dari dulu mimpi saya adalah beach house.. bangun pagi dengan suara deburan ombak dan memandang laut dari jendela kamar tidur. Tapi setelah saya lihat gunung seperti ini, it’s not bad either...

Hari ini saya berpetualang sendirian, karena teman saya harus kerja. Saya sempat bete karena dia ga mau cuti tapi dia beralasan cutinya sudah diplot untuk lebaran dan liburan. Ya sudah deh, pasrah aja pergi sendiri berdasarkan itinerary yang dia buat. Lengkap dengan panduan alat transportasi yang harus dipilih untuk tujuan tsb, kartu Octopus untuk naik MTR plus sejumlah uang HKD untuk mengisi ulang kartu tsb. Dia benar-benar teman yang baik.. saya merasa beruntung mengingat teman saya ini bisa dibilang bukan teman yang sudah kenal lama. Kita baru kenal kurang dari 1 tahun, bisa dibilang masih ‘strangers’ tapi kita sudah saling percaya satu sama lain dan merasa ‘dekat’. Dia orang Indonesia juga, tapi sudah 4 tahun tinggal di HK dan kerja di salah satu bank ternama yang berkantor pusat di HK. Seorang sahabat yang mengenalkan saya padanya... kapan lagi bisa liburan tanpa keluar uang untuk akomodasi, malah sering saya dibayarin makan sama dia. Benar-benar liburan yang tak terlupakan....

Ok, setelah siap untuk berangkat, tiba-tiba saya merasa agak ‘malas’ untuk mengikuti 100% itinerary tsb karena dimulai dengan naik bis, padahal saya sudah ga sabar ingin naik MTR (Mass Transit Railway) atau sama dengan MRT (Mass Rapid Transit) di Singapura. Mungkin saya emang norak ya, tapi sejak pertama kali naik MRT di Singapura, saya tergila-gila dengan kereta super cepat ini. Rasanya ingin turun di semua stasiun dan mencoba alat transportasi ini di semua negara. Saya heran kenapa Indonesia minim kemajuan di bidang transportasi selama puluhan tahun merdeka, kecuali bus way dan KRL kalau itu bisa disebut ‘kemajuan’. Padahal negara Singapura luasnya lebih kecil dari Jakarta... yang populasi yang jauh lebih besar, dimana kebutuhan transportasinya pasti lebih tinggi dari Singapura.
Mudah-mudahan saya ga keburu meninggal dunia sebelum bisa merasakan MRT/MTR di Indonesia, atau at least Jakarta.

Seperti biasa, ada 2 tipe untuk menggunakan kereta cepat tsb. Yang pertama kita beli koin untuk keperluan perjalanan yang cuma sekali-sekali saja, tapi kalau sering, lebih baik kita menggunakan kartu. Di Singapura, kartunya bernama EZ Link sedangkan di Hong Kong bernama Octopus. Pada prinsipnya sama saja, kita harus isi ulang kartu tsb untuk bisa digunakan, yang saya tau isi ulangnya bisa di Seven Eleven cabang manapun. Tapi sepertinya di supermarket atau di merchant2 lain bisa juga isi ulang kartu ini. Selain untuk naik kereta, kartu Octopus bisa juga digunakan untuk membayar bis (rute tertentu) atau ferry. Jangan-jangan bisa buat bayar belanjaan juga ya di supermarket... ck ck, canggih!

Jadi, akhirnya saya nekat ‘melanggar’ itinerary yang capek-capek udah dibuat teman saya itu dan langsung menuju stasiun MTR Tung Chung di mall Citygate. Tujuannya berakhir di stasiun HK di HK island. Hanya butuh kira-kira 30 menit untuk mencapai stasiun terakhir. Mereka sangat disiplin dalam waktu sehingga kalau janjian sama orang, rasanya saya ga akan pernah dengar alasan macet atau ada masalah dengan alat transportasi disini. Mereka kalo jalan kaki juga cepat, ga lelet seperti ABG yang lagi pacaran di mall... kalau naik eskalator mereka juga disiplin, selalu ambil bagian kanan agar orang yang sedang buru-buru bisa lewat sebelah kiri. Aturan tak tertulis ini juga berlaku di Singapura... dan saya yakin, ga akan pernah bisa berlaku di Indonesia.

Ternyata stasiun terakhir berada di sebuah mall, IFC Mall namanya. Tapi saya akhirnya bingung sendiri mau kemana dari sana dan memutuskan naik ferry ke Discovery bay, mengingat waktu sudah mau lunch time dan restoran halal yang diinstruksikan teman saya untuk dikunjungi ada disana. Setelah cari2 info, akhirnya saya bisa naik ferry tsb dan langsung menepi di Discovery bay, yang ternyata hanya area tempat makan dan taman... agak sepi, sehingga kurang menarik. Pemandangan selama di Ferry juga biasa saja karena cuaca yang hujan gerimis saat itu... benar-benar cuaca yang salah untuk berlibur! :-(
Saya makan siang di Ebeneezer’s kebab. Pelayannya orang India muslim yang ramah sekali.. baru sekarang saya bisa makan dengan ‘tenang’ karena yakin makanannya 100% halal. Berhubung kebabnya porsi besar, seperti biasa.. tidak bisa saya habiskan.
Dari situ saya bingung karena kalau mengikuti itinerary, harusnya saya naik ferry ke HK island. Tapi karena tadi rute saya sudah terbalik, jadi saya harus cari info lagi, akan kemana sekarang. Benar-benar petualangan karena semua tak terencana... bawa peta juga percuma karena saya paling malas n ga bisa baca peta. I’m very disoriented person, actually. Akhirnya saya ketemu kata-kata yang familiar yaitu Tung Chung dan ada bis yang bisa membawa saya kesana. Ok, akhirnya saya naik bis tsb dan tiba di area apartment lagi... saya sempat ragu apa akan tetap ke Giant Buddha sesuai rencana karena cuaca yang tidak mendukung... Mendung, hujan dan petir :( setelah dilema beberapa saat, saya lihat ada jalan menuju kereta gantung untuk menuju ke Giant Buddha, di tempat saya turun di Tung Chung bus station. Sayang rasanya kalau saya menyia-nyiakan hari ini dengan berputar2 tanpa tujuan yang jelas hanya karena cuaca. Akhirnya saya menetapkan hati untuk pergi ke giant Buddha dalam kondisi cuaca yang buruk ini.

Tiket kereta gantung untuk PP langsung dibeli, dimana kereta terakhir untuk balik ke Tung Chung adalah jam 6 sore. Jadi saya hanya punya waktu sekitar 3 jam karena waktu itu sudah hampir menunjukan jam 3 sore. Ini kali kedua saya naik kereta gantung diluar Indonesia (yang seingat saya cm di Taman Mini). Pertama kali saya naik kereta gantung yang ekstrim adalah di Genting, Malaysia setahun yang lalu. Tapi di area Ngong Ping ini, nama daerah dimana Giant Buddha berada, ternyata lebih menyeramkan. Kalau dilihat dari tingkat kecuramannya memang masih lebih curam di Genting tapi disini perjalanan yang ditempuh lebih lama (+/- 15 menit) dan sepanjang mata memandang kebawah adalah hutan belantara.. hiiii! Ngeri jatuh... buat yang takut ketinggian, lebih baik jangan ya. Ada dua tipe kereta gantung disini. Yang biasa dan yang Crystal. Beda harganya juga lumayan. Bedanya adalah di Crystal kita dapat kereta gantung yang transparan semuanya sehingga pemandangan dibawah kaki kita bisa kelihatan. Aduh, saya sih cukup yang biasa aja... bisa tambah jantungan naik yang crystal. Berhubung saya cuma sendiri, saya digabung dengan penumpang lain yang juga sendirian, seorang cowok. Pertamanya sih kita diem-dieman, tapi berhubung naluri narsis saya kambuh, jadi deh minta dia untuk fotoin saya he he. Ternyata dia berasal dari Shanghai, China, alhamdulillahnya dengan bahasa Inggris yang lumayan untuk ukuran orang China. Asikk, nambah teman lagi! Kita akhirnya sepakat untuk berjalan bersama-sama mengunjungi Big Buddha dan Po Lin Monastery. Ini adalah patung Buddha paling besar yang pernah saya lihat... yang ternyata setelah saya google, memang paling besar di dunia. Sleeping Buddha dan Sitting Buddha di Bangkok kalah besarnya. Kita bahkan bisa berjalan-jalan didalam Big Buddha, ada museum yang bisa dieksplorasi disini walaupun kurang menarik buat saya. Si cowok Shanghai itu sekalian berdoa disini... dan di setiap patung Buddha yang kita temui. Yang capek hanyalah menaiki anak tangga untuk menuju Big Buddha tsb, dikala hujan dan angin, menyebabkan payung saya tidak banyak gunanya disini.
Selesai foto-foto, kita pindah ke area Po Lin Monestary, yang pada prinsipnya hanya sebuah kuil yang dibangun di tahun 1924. Bangunannya indah, dan sepertinya dipelihara untuk tetap seperti aslinya.

Tiket untuk masuk big Buddha ternyata sudah termasuk gratis snack yang bisa kita tukarkan di semacam ‘food court’ di area Po Lin Monestary ini. Dari 3 macam snack yang didapat saya hanya suka kembang tahu nya... enak! Si cowok Shanghai yang akhirnya dapat tugas untuk menghabiskan semuanya he he.
Jangan lupa untuk beli sedikit souvenir di Ngong Ping ini karena tidak akan ditemukan ditempat lain di HK. Barang paling murah yang saya dapat adalah magnet kulkas dimana dapat promosi beli 3 gratis 1. Entah kenapa, monyet jadi lambang untuk area Ngong Ping ini. Saya dan si cowok Shanghai sempat berpisah ketika saya ingin beli souvenir dan dia nonton Monkey show. Ternyata itu adalah pertemuan terakhir kita karena setelah saya tunggu dan cari2, dia menghilang... Sebentar lagi sudah mau jam 6 jadi saya ga bisa lama-lama lagi mencari dia daripada saya ketinggalan kereta gantung dan terdampar disini... hiks, bodohnya adalah kita bahkan tidak sempat bertukar nama, no Hp, email atau apapun! Padahal dia cowok yang baik sekali... ah, tidak jodoh! Baiklah... life must go on..

Pulangnya, saya dijadikan 1 kereta dengan seorang cewek bule yang sama sekali kita tidak bertegur sapa selama di dalam kereta. Oh well, saya juga sedang tidak mood untuk kenalan sama dia kok..

Tiba di area apartemen, teman saya telpon untuk menanyakan posisi dan rencana berikutnya. Sebenarnya kita rencana untuk ke the Peak malam ini tapi dia sepertinya sedang kurang enak badan jadi kita memutuskan batal ke the Peak dan ditunda sampai hari Minggu. Cuaca juga sedang gak oke, saya ga yakin apakah pemandangan di the Peak bisa bagus.... Teman saya juga merekomendasikan agar saya pergi ke Disneyland untuk lihat pertunjukan kembang apinya yang ada di setiap jam 7 malam. Tapi Disneyland memang tidak ada di itinerary saya walaupun dekat dari Tung Chung. Kadang saya memang aneh, mayoritas orang ke HK pasti menyempatkan ke Disneyland karena hanya itu satu2nya yang ada di Asia. Tapi buat saya kurang penting, selain karena harga tiket masuk yang mahal, juga karena saya lebih suka mengeksplorasi kehidupan rutinitas penduduk lokal, merasakan sistem transportasi negara tsb, makanan khas negara tsb, melihat suasana alam dan kota tsb. Pernah saya ke Bali 3 hari hanya jalan-jalan ke pasar tradisional di Kuta dan cm menghabiskan waktu di pantai... saya merasa waktu liburan adalah waktu santai, dimana kita tidak dikejar-kejar waktu seperti kalau kita ikut tur dari travel agent. Itulah enaknya solo traveling, kita bebas dengan waktu kita sendiri.... fleksible, tergantung mood dan apa yang kita mau.

Akhirnya kita menghabiskan malam dengan dinner di Food Republic Citygate dan nonton film di bioskopnya. Kalau saya perhatikan, Food Republic itu ada di beberapa negara ya, karena di Malaysia dan Singapura juga ada food court ini. Saya lupa waktu itu makan apa, tapi semacam tepanyaki dimana kita bisa lihat kokinya masak didepan kita. Kalau tidak salah, di foodcourt mal Kelapa Gading juga ada yang seperti ini deh... sejauh ini, makanan yang saya makan, enak-enak...! Dan kadang2, gratisan pula.. :-)

Bioskop disini sangat sepi penonton... dan menurut teman saya memang tidak pernah penuh, se-booming apapun filmnya. Mungkin orang Indonesia masih lebih movie freak daripada orang HK kali ya...
Pilihan film kita malam itu juga kurang tepat sepertinya karena film Dark Shadows yang kita pilih malah bikin saya ketiduran di dalam bioskop, yang akhirnya kita putuskan untuk pulang sebelum film berakhir.
Saya memang udah tua kali ya, fisik gampang sekali capek dan drop... padahal udah coba rutin olahraga selama 6 bulan terakhir ini. Yah, semoga tidur saya malam ini lebih nyenyak dari malam sebelumnya...




Day 3 : One day in Shenzen

Kita bangun lebih pagi hari ini karena kita harus sudah jalan jam 7 pagi untuk menuju Shenzen, sebuah kota di selatan China, di provinsi Guangdong, tepat disebelah utara Hong Kong. Kota ini juga merupakan yang ketiga tersibuk di China setelah Hong Kong dan Shanghai. Shenzen sedang berkembang pesat baik dari segi ekonomi, wisata maupun infrastrDayuktur. Jarak yang dekat dari Hong Kong yang membuat saya berminat pergi kesini. Walaupun satu negara (RRC) tapi Hong Kong seperti negara terpisah, mungkin karena bekas jajahan Inggris, jadi baik dari segi mata uang sampai imigrasinya pun terpisah. Kita, warganegara Indonesia, harus beli visa on arrival untuk masuk Shenzen. Menuh-menuhin cap aja di paspor saya...

Kita tiba jam 8 tepat di daerah Prince Edward, untuk berkumpul dengan teman2nya teman saya yang juga sedang berlibur dan bekerja di HK. Total kita semua ber-6... dan semua orang Indonesia.  Kita semua baru pertama kali ke Shenzen kecuali teman saya yang sudah sering bolak balik ke Shenzen-HK kalau weekend.

Berhubung kita cm 1 hari disini, jadi kita batasi hanya ke 2 tujuan saja, Windows of the World dan Dongmen market. Dengan sangat terpaksa, Splendid China kita coret dulu dari daftar...
Windows of the World (WoW) mirip dengan Mini Siam yang saya pernah kunjungi di Pattaya, Thailand. Miniatur landmark dunia ada disini, tapi WoW jauh lebih memukau. Menara Eiffel nya pun benar-benar mirip dengan yang asli, dan kita bahkan bisa naik sampai puncaknya. Kita naik tram untuk mengelilingi seluruh area lalu tidak lupa untuk mencoba bermain salju didalam sebuah arena. Kita harus duduk diatas ban yang kemudian didorong mengikuti jalur yang menukik turun dengan kecepatan tinggi. Cukup sekali saja saya mencobanya karena sudah menguras adrenaline... bagi yang menyukainya, pasti ingin mencoba berulang kali. Saya ga tahan dengan udara dinginnya didalam arena tsb, walaupun dipinjamkan jaket tebal dan sepatu boots, tapi tetap aja dingin banget!! Sampai kaku semua tangan saya...
Duh, ga bisa tinggal di Europe / US nih kalo begini caranya he he...

Selesai dari situ, kita coba cari cemilan dan beli sate cumi & kambing, sebelum jalan menuju tempat makan siang yang lumayan jauh karena kita mengejar restoran halal.
Saya senang sekali karena kita nyoba naik MTR disini ketika menuju tempat makan siang! sama saja sih memang dimanapun tapi setidaknya saya kan pengen mencoba di berbagai negara.
Saya lupa nama tempat makan siangnya, tapi yang jelas itu restoran halal, rasa yang enak dan harga yang tidak terlalu mahal. Tempatnya pun mewah untuk ukuran saya... sepertinya bisa untuk acara kawinan round table juga deh kayaknya.

Selesai makan, kita pergi ke Dongmen market untuk belanja tentunya, kegiatan wajib yang tak boleh dilewatkan. Naik MTR lagi dan turun di exit Lao Jie. Disini saya mulai terkena sindrom shopacholic karena berbagai barang dijual dengan harga lebih murah dari di HK walaupun secara kurs Rupiah, CNY lebih tinggi dari HKD. Selain beli 3 macam payung yang berbeda, saya juga beli CD lucu, tas, tempat Hp, sendal dll... Kalap deh judulnya.... 3 orang cowok yang bersama kita, tampaknya hanya jadi tukang bawa barang belanjaan cewek2nya ha ha ha.
Suasana di pasar ini seperti di pasar Baru atau Mangga Dua kalo di Jakarta... ga beda jauh lah. Beberapa keanehan yang saya perhatikan selama di Shenzen adalah sangat jarang saya melihat bule berkeliaran seperti di HK dan keanehan yang berikutnya adalah hampir 90% orang Cina yang saya lihat hanya punya 2 macam tipe body, yaitu kurus dan kurus sekali! Wah, makan apa ya mereka... tapi mungkin memang secara genetik saja kali ya. Selain itu kalau saya perhatikan, mereka sangat amat fashionable walaupun boleh dibilang salah lokasi. Dari anak muda sampai orang tua sangat well-dressed padahal mereka cuma jalan2 di pasar ini. Beda sekali dengan kita-kita dari Indonesia yang cm pakai celana pendek, kaos dan sendal.... mereka minimal pakai long/mini dress dan high heels! Yah, pemandangan yang kita sering lihat kalau ke Plaza Senayan / PIM gitu deh.... aneh yak!

Saya sudah mulai lelah selesai belanja... padahal perjalanan masih jauh untuk kembali ke HK. Kita pun naik MTR untuk menuju stasiun Louhu, sebagai connecting MTR untuk ke kembali HK. Di Louhu kita keluar imigrasi China untuk kembali masuk ke HK. Kita keluar kembali di stasiun Prince Edward karena akan dinner dulu di salah 1 resto halal disana. Ini makanan paling enak selama saya disana walaupun hanya nasi goreng dan tumis buncis, but feels like home.

Kaki rasanya sudah super capek dan ga tahan ingin selonjoran... kita sampai ga sanggup lagi kalau harus jalan kaki dan memilih naik taxi setelah keluar dari Tung Chung station agar tiba langsung di depan pintu gedung apartment. The day is over... with a smile on my face! :-)



Day 4 : Shopaholic exploration

Hari ini hari Minggu... yang memang sudah berlabel hari leyeh-leyeh sedunia. Kita memang memulai hari ini agak lambat, karena berasa masih capek bekas ke Shenzen di hari sebelumnya. Satu yang pasti harus dilakukan hari ini adalah, saya harus beli koper! Barang-barang saya sudah terlihat tidak akan mencukupi kapasitas yang ada sekarang sehingga harus ada solusi. Jam 10an kita baru jalan dan tujuan pertama adalah mall Citygate untuk cari koper. Just like love at the first sight, saya langsung jatuh hati dengan koper ungu seharga 450rb rupiah (setelah diskon). Untung memang saya belum punya koper geret jadi ini koper pertama saya deh...! Senangnya dapat warna unexplorationgu.... :-)
Teman saya yang amat sangat baik tsb pun balik ke apartment untuk menyimpan koper tsb sebelum kita lanjut jalan lagi. Saya menunggu nya di counter Swatch dimana saat itu sedang diskon 30%.. sempat ingin beli tapi saya kurang sreg dengan modelnya. Bagi yang ingin barang-barang branded dengan harga discount, bisa datang ke mall Citygate ini karena memang terkenal untuk hal tsb. Hampir semua merk branded ada disini, dari Levis, Guess, Coach, dll... Kita juga sempat mampir ke counter Esprit yang sedang diskon juga. Dia sih yang belanja, saya lebih memilih untuk menghemat uang saya untuk beli oleh-oleh nanti. Dari sana kita lunch dulu di Pepper Lunch, Food Republic. Setau saya memang Pepper Lunch ada juga di beberapa counter di Jakarta, tapi saya belum pernah coba. Ini pertama kalinya saya coba dan enak! Ini makanan enak kedua setelah resto halal kemarin... saya jelas harus coba makan lagi di Jakarta nanti. Rekor juga karena biasanya saya tidak pernah menghabiskan porsi besar, tapi kali ini saya habis!! Hoah, sesuatu banget....

Selesai dari sana, kita naik MTR ke daerah Mong Kok (Kowlooon) untuk belanja di Ladies market, salah satu flea market terkenal di HK... Saya juga bertekad untuk membakar kalori makan siang tadi dengan banyak berjalan he he. Sayang cuaca kurang mendukung dan lagi2 kita lupa bawa payung, sehingga banyak waktu terbuang untuk break belanja dan menghabiskan waktu dengan nyemil/ngopi... gimana mau kurus!?! Alhamdulilah, banyak hujan2annya saya kali ini tidak menyebabkan saya sakit parah... Terima kasih ya, Allah! Disini saya belanja kaos, gantungan kunci, tas handmade dan beberapa magnet kulkas. Saya beli banyak magnet kulkas yang model perahu layar bertuliskan Hong Kong karena suka dengan keunikannya.
Kita terus berjalan dari Mong Kok ke area Tsim Sha Shui dimana Nathan Road yang terkenal ada disana. Suasananya seperti Orchard Rd di Singapura. Butik-butik terkenal seperti Gucci, Channel, dll banyak yang mengantre untuk masuk! Kaya mau nonton konser aja.... ck ck ck... Kalau saya cukup menyambangi toko-toko murah yang menjual parfum dan aneka pernak pernik disini sebagai oleh-oleh. Saya juga beli tas untuk mama saya disini, cukup mahal tapi semoga worth it dengan bahannya yang menurut saya bagus. Kami juga sempat beli jam tangan, Casio untuk saya (ungu tentu saja) dan Seiko untuk teman saya... harga yang lumayan miring untuk ukuran barang original. Kita sempat ngopi lagi karena nunggu hujan reda (again...huft!!) lalu melanjutkan perjalanan ke daerah Victoria Harbour. Jangan ngaku ke HK kalau tidak mengunjungi daerah ini karena, menurut saya, ini adalah spot yang paling cantik selama saya di HK. Kita naik ferry dari Kowloon menuju Central di HK Island... secara tujuan berikutnya nanti adalah the Peak.
Symphony of Lights - Victoria Harbor
Menurut teman saya, setiap jam 8 malam ada pertunjukan lampu yang seru disini, namanya Symphony of Lights. Ada lagu yang mengiringi pertunjukan lampu yang adalah kordinasi dari berbagai gedung perkantoran yang ada disitu, seperti Citibank, HSBC, dll. Boros listrik sih ya tapi cantik dan unik!

Selesai menonton, kita langsung cabut cari bis yang menuju the Peak. Perjalanan menanjak membuat sedikit tidak nyaman ditambah lagi cuaca yang hujan rintik-rintik... yap, sampai diatas, tak ada yang bisa kita lihat selain kegelapan karena hujan dan kabut... hiks! Padahal The Peak adalah tujuan utama saya sejak dari Indonesia... well, ada alasan untuk suatu hari nanti kembali ke HK... :-) Amin!
Kita balik turun naik bis dengan kelelahan yang sudah mendera.... ditambah kekecewaan saya. Tapi sudahlah ga perlu disesali... next time, cobalah cek dulu perkiraan cuaca di kota tujuan sebelum membeli tiket he he he...

Sampai di apartment, tugas ‘packing’ sudah menanti. Saya tidak bisa menunda sampai besok pagi dengan resiko barang yang tidak muat dalam koper, karena jam 8 pagi saya sudah harus cabut ke airport untuk kembali ke Indonesia...
Ahhh, sedihnya untuk mengakhiri liburan ini.


Day 5 : There's a Goodbye in every Hello..

Jam 8 pagi saya sudah ready untuk meninggalkan apartment... teman saya sedikit ‘nakal’ dengan masuk siang ke kantornya, demi mengantarkan saya ke airport. Sepertinya “terima kasih” saja tidak cukup untuk mengekspresikan rasa terima kasih saya. Sebuah kaos Oakley sudah saya siapkan dari Jakarta sebagai surprise untuk dia... semoga ia menyukainya.

Pelukan terakhir mengiringi kepergian saya di check in counter Tiger Airways - HKIA. Ada sedikit kesedihan karena kita harus berpisah, setelah hampir 5 hari bersama di kota yang menakjubkan. Anyway, till we meet again, my dear... I left my heart in this city and in you.

Saya sempat membeli beberapa oleh-oleh terakhir di airport karena masih ada waktu sebelum boarding time... mug, pulpen dan yang paling berkesan buat saya adalah seri kartu pos bergambar semua icon populer di HK. Penerbangan menuju Singapura berjalan lancar...tanpa hambatan apapun, walaupun dengan sedikit kegalauan dalam hati. Jam 3 sore, pesawat mendarat dengan mulus di bandara Internasional Changi. Suami dari teman saya berbaik hati untuk menjemput saya di bandara – budget terminal. Saya merasa sangat diberkati oleh Allah karena begitu banyak orang baik disekitar saya ketika saya jauh dari negara saya sendiri. Bahkan kadang orang-orang tsb adalah orang yang kita tidak terlalu intens berhubungan setiap hari. Teman saya yang tinggal di Singapura ini adalah teman kantor saya dulu, WNI dan menikah dengan WN Singapura. Akhirnya ia mendapat pekerjaan dan tinggal disana dengan suaminya. Ini kali pertama saya mengunjungi dia setelah hampir 2 tahun kita tidak bertemu. Kangen rasanya karena ia sudah seperti kakak perempuan saya sendiri.

Kita makan malam di tempat makan East Coast Lagoon, Food Village setelah sebelumnya saya check in di hostel Fernloft daerah East Coast, Tampines, tidak jauh dari Changi Airport. Bagi yang tidak biasa tinggal di hostel sebaiknya jangan mencoba di dorm dulu dan lebih baik sewa kamar yang private saja. Sekali lagi, sy tidak mengeluarkan biaya akomodasi krn teman saya tentu saja ingin menjadi tuan rumah yg baik dengan membayarkan hostel sy. Ah, I owe her so much!

Lagi-lagi saya dapat dinner gratis kali ini... dengan menu paling tak terlupakan adalah rujak khas Singapura. Memang pd dasarnya saya penggemar segala jenis masakan yang berbumbu kacang jadi apa saja enak buat saya kalau diberi bumbu kacang. Selesai makan, saling bertukar cerita dan melepas kangen.. kita jalan2 disekitar pantai.. karena tempat makannya memang tidak jauh dari pantai.

Saya kembali ke hostel sekitar jam 9 malam untuk istirahat karena besok jam 6 pagi sudah harus berangkat ke airport... I’ll miss you, my sister! Thanks for everything.... :-)

Day 6 : Back to reality....

Flight pertama membuat saya harus terburu-buru untuk bisa mengejar pesawat. Untungnya hostel saya sangat dekat dengan airport, cukup 10 menit saja dengan taxi. Kali ini saya harus merelakan sekitar 700rb rupiah untuk biaya bagasi di kedua flight (HK-Sing dan Sing-Jkt) karena berat koper yang melebihi 15 kg ..huhuhuhu! Saya bisa beli jeans Levis original dengan harga segitu.... Sesampai di airport Soetta, saya naik taxi menuju Cikarang, karena saya akan langsung masuk kerja (yeah, right!)... demi menghemat jatah cuti. Walaupun kurang konsen juga sih karena pikiran dan perasaan saya belum sepenuhnya bisa tune in untuk urusan kantor.

Petualangan 6 hari 5 malam tersebut semoga bisa memberikan inspirasi bagi siapa saja yang hobi traveling maupun yang baru mau menjadi traveler. Dunia ini terlalu luas untuk tidak dijelajahi dan waktu terlalu singkat untuk tidak digunakan menjelajahi dunia... semoga di setiap traveling bisa membuat saya lebih mensyukuri hidup, cinta dan kasih semua penduduk di bumi ini.

Kamis, 12 Januari 2012

Sedikit Catatan dari Negeri Gajah


Setelah hampir pupus harapan untuk berangkat karena isu banjir di Bangkok, akhirnya saya memutuskan untuk tetap pergi liburan sekitar 2 minggu sebelum tanggal berangkat. Tentu saja setelah cek sana sini di internet dan juga tanya-tanya ke orang kantor atau teman2 yang tau keadaan disana. Menurut orang lokal disana pun, banjir sudah selesai... Kapan lagi pergi ke Thailand hanya dengan tiket harga Rp. 674.000 PP..!?  Memang kelemahan dari beli tiket jauh-jauh hari (tepatnya 9 bulan yang lalu) yah seperti itu.. kita belum tau gimana keadaan saat berangkat, apa kita bisa pergi / tidak.  Tapi kalau ga gitu, ga akan dapat tiket harga promo semurah itu.. dan saya paling anti beli tiket mahal dengan kondisi banyak tiket murah dari budget airlines seperti saat ini (kecuali bukan kepentingan liburan dan terpaksa karena ada urusan penting di tempat tsb).  Anyway, setelah memastikan akan berangkat, dan juga memastikan teman seperjalanan saya juga bisa berangkat (tidak cukup berani untuk bertualang sendirian), maka persiapan mulai dilakukan walaupun serba mendadak dan bisa dibilang sedikit kurang persiapan.

Berhubung kami tidak menggunakan jasa travel agent, jadi semua persiapan dilakukan sendiri. Yang paling penting dipersiapkan selain duit, paspor dan fisik adalah itinerary alias agenda atau jadwal selama liburan. Just a google away... jadilah itinerary saya. Grand Palace jadi agenda utama selama di Bangkok dan Tiffany Show untuk di Pattaya. Kedua tempat tsb is a must deh pokoknya. Sebetulnya Tiger show juga khas Thailand yang harus dilihat, dan ada juga sbetulnya dalam agenda kita, cm karena keterbatasan budget dan kondisi fisik yang kurang fit, maka kita batal pergi ke Patpong untuk nonton show ini. Tiger show ini ga ada hubungannya sama macan loh ya... itu hanya istilah untuk sex show dan sebagainya. Saya juga baru dengar-dengar saja dan agak ragu juga untuk nonton.. katanya sih tiket masuk untuk nonton show ini sekitar 600 THB (sekitar 180rb Rupiah)... well, maybe next time! Semua teman juga menyarankan untuk ke Cathucak Market... tapi sayang pasar tsb cm buka di weekend dan sampai jam 6 sore saja. Jadi berhubung kami tiba disana minggu malam, tidak mungkin bisa ke pasar ini... Hmmm, sudah ada 2 alasan untuk nanti kembali lagi ke Bangkok... suatu hari nanti :-) amin!

Selanjutnya yang jadi bahan pertimbangan adalah masalah Guide. Untungnya mantan pacar saya punya ‘teman’ di Bangkok dan dia bersedia untuk jadi guide kami selama di Bangkok.. gratis! :-)  Namanya Bonnie... dia bekerja di salah satu kantor pemerintahan di Bangkok (dept Audit or something like that) dan rela untuk ambil cuti demi menemani kita disana. Sungguh Allah Maha Baik dan Penyayang umatNya. Bahkan saya aja mungkin ga akan mau mengambil cuti hanya untuk menemani temannya teman saya datang ke Jakarta untuk liburan... kenal juga gak!? Oleh karena itu, saya mulai cari souvenir batik dari Indonesia untuk Bonnie, sehari sebelum berangkat.. karena kalau dikasih uang tips sudah pasti ga enak dan dia ga akan mau juga.  Kalau di Malaysia atau Singapore, penduduknya lancar bahasa Inggris dan kita juga bisa pakai bahasa Melayu sedikit2 tapi di Thailand, beda sekali. Jujurnya, kalau sampai tidak dapat guide disana, saya pasti urung berangkat dan lebih baik merelakan tiket tsb hangus. Biar kata saya orangnya lumayan pemberani, tapi tersesat di negara yang saya belum pernah kunjungi dan bahasa lokalnya bukan bahasa inggris, benar2 akan jadi mimpi buruk.. belum lagi resiko kecopetan, ditipu, ga bisa tawar menawar harga, dll dsb... Sayangnya, Bonnie tidak bisa ikut kita ke Pattaya karena dia harus masuk kantor hari Rabu nya.. untung Bonnie punya teman (bernama Peter) yang memang profesinya guide sekaligus dia juga punya teman supir yang bisa kita sewa mobilnya (sebagai transportasi ke Pattaya). Walaupun mahalllll sekali ongkos transportasi kita ke dan selama di Pattaya tapi semoga worth it lah... Peter dan Bonnie sempat beberapa kali merevisi itinerary saya by email karena mereka yang tahu jarak antara 1 tempat ke tempat lainnya dan mana yang 1 arah / tidak.  Ok, selesai masalah guide + transportasi!

Yang dilakukan selanjutnya adalah booking hostel di Bangkok dan Pattaya. Buat yang kurang paham apa bedanya hostel dan hotel... silahkan searching di internet! Hehe... yang jelas hostel jauh lebih murah daripada hotel dan cocok untuk backpacker (kapiran) seperti saya ini yang punya uang pas-pasan tapi hobinya jalan-jalan hehehe... dari beberapa referensi, akhirnya kita memilih guest house “Thai Cozy House” di pusat kota Bangkok, hanya beberapa meter saja dari Khaosan Road. Khaosan Road ini sepertinya mirip Dago di Bandung atau Kuta di Bali... ramai 24 jam dan pusatnya turis backpacker. Kamar standard room dengan fasilitas lengkap (TV, AC, kulkas, handuk, sarapan) hanya 130.000 Rp / malam. Kamar mandi bersih dan ada air hangat.

Untuk di Pattaya, saya searching di hostelbookers.com, search by price dan menemukan hostel paling murah di daerah Jomtien, Pattaya bernama “Jomtien Hostel”. Untuk satu malam di tipe Dormitory, hanya 70.000 rupiah saja atau tidak sampai 250 THB! Tanpa sarapan (tentunya) dan 1 kamar untuk 4 orang (female only). Saya beruntung karena waktu saya nginap disana, hanya saya seorang yang berada di kamar itu, jadi ga ada beda nya sama kamar single. Kamar mandi bersih, air hangat, ada kulkas, kipas angin dan bahkan balkon! Hanya AC dan TV yang tidak ada.. (ya iyalah!). Dikasih handuk bersih pula... perfect! Memang daerah Jomtien agak jauh ke pusat kota (South Pattaya), tapi karena kita sudah sewa mobil, jadi ga ada masalah. Kedua hostel tersebut sukses dibooking via internet dengan jaminan kartu kredit dan dibayar ditempat.

Masalah penting selanjutnya adalah keuangan alias budget. Cost estimation menjadi bagian sangat penting dalam perencanaan dan saya memutuskan membawa uang dalam bentuk USD untuk nanti ditukar disana. Sempat juga menukarkan sedikit Bath di Indonesia untuk bayar taxi dari airport – hostel. Jangan lupa untuk selalu memasukkan budget di kolom ‘biaya tak terduga’ yang biasanya adalah oleh-oleh yang kalap dibeli ketika lihat yang lucu-lucu (based on experience!). Jadi total ada 3 mata uang yang dibawa dalam dompet... USD, IDR dan THB.

Packing jadi persiapan yang terakhir... tidak perlu bawa banyak baju, karena PASTI kita akan beli baju disana. Selama saya bepergian keluar/dalam negeri dengan pesawat, belum pernah saya menggunakan bagasi. Jadi semua barang harus masuk ke dalam 1 tas ransel (backpack) dan 1 travel bag, pergi maupun pulang. Entah kenapa, saya merasa rugi aja kalau harus mengeluarkan uang untuk bagasi. He he... Ok, I’m sooo ready to GO!!

Day 1 :  11 Dec ‘11

Kalau tidak salah, hanya ada 1x penerbangan ke Bangkok dari Jakarta oleh AirAsia dan itu adalah sore hari (16.45). Entah karena bersemangat atau memang takut kena macet, kami sudah siap di terminal bis untuk naik Damri ke Bandara jam 11 siang. Ternyata hari itu jalanan lancar jaya, cukup 1 jam, kita sudah tiba di tujuan.  Menunggu 4 jam di bandara cukup membosankan. Dari makan siang, foto-foto, maen internet, baca buku...  akhirnya tibalah waktu boarding. Saya dapat window seat dan untuk pertama kalinya bisa menikmati pemandangan lampu-lampu kota yang terlihat sangat indah dari pesawat. Penerbangan cukup lancar dan tiba tepat waktu jam 20.15 dengan cuaca agak sedikit berangin. Saya sms Bonnie yang menjemput kita di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, untuk mencari tahu posisi dia menunggu kami.  Cukup lama kita cari-carian karena bandara tsb luasssss sekali! Soekarno Hatta (terminal 1 & 2) benar2 seperti terminal bis dibanding bandara ini yang mirip Changi, Singapore.

Ternyata Bonnie adalah perempuan paruh baya, sekitar umur 40th tapi masih single. Saya sempat sedikit shock karena ternyata... bahasa Inggrisnya kurang lancar! OMG!   Tapi kenapa di email dia bagus banget ya Bahasa Inggrisnya?! Setelah iseng saya tanya.. ternyata dia pake kamus! (google translate kali ya?!). Argghh.... alamat cape juga deh ngomong sama dia. Jadi harus pelan-pelan dan gunakan kata-kata yang se- simple mungkin, baru dia bisa ngerti. 

Moral of the Story : lebih baik cek dulu guide yang nanti akan menemani kamu, apakah benar lancar bahasa Inggrisnya.. lebih baik lagi kalau dia anak gaul dan ga kuper he he....

Salah satu tips menyesatkan yang saya dapat dari mantan saya yang katanya sudah 4x ke Bangkok adalah, tukarkan USD kamu di airport, karena disitu rate terbaik dibanding money changer lain di kota. Bloonnya, saya menuruti tips dia, dan menukarkan 300 USD di airport dengan rate 29 THB / 1 USD. Ternyata setelah lihat-lihat kurs di kota, justru rata2 30 THB/1USD... Rugi deh...! Yah, nasib! :-(

Moral of the story : jangan terlalu percaya tips dari orang lain, dan hati-hati dengan penukaran kurs.

Kesialan yang kedua, kita sempat lama menunggu bus yang tak kunjung datang di halte bus karena menghindari naik taxi yang mahal.. tapi karena Bonnie ini sepertinya juga rada gaptek dan mungkin jarang ke airport jadi dia juga bingung kenapa bisnya gak muncul-muncul.. akhirnya kami menyerah dan naik taxi dengan biaya sekitar 350 THB (1 THB = 300 IDR) untuk sampai ke guest house kami di area Khaosan. Bonnie baik sekali untuk antar kami sampai ke depan Thai Cozy House dan menolak dengan halus ketika kami mau ajak dinner. Sudah kemalaman, katanya... Ok, then. Setelah check in, saya dan teman saya keluar lagi untuk cari makan di area Khaosan.  Saran dari seorang teman, saya harus mencoba Pad Thai, salah satu makanan khas Thailand. Kebetulan banyak sekali yang jualan Pad Thai di sepanjang jalan Khaosan. Enak juga sih rasanya... walaupun agak hambar kalau untuk lidah orang Indonesia. Kita juga beli sate seafood (cumi, udang, dll) yang juga ternyata hambar rasanya. Teman saya dengan nekatnya beli insects goreng (kecoak + belalang) yang dia makan bersama nasi briyani.  Menurut dia, rasanya gurih dan renyah..... Murah sih hanya sekitar 6 ribu untuk sekantong insect goreng, tapi gratispun saya ogah...! Untuk desert, kami makan duren monthong... Cuma ini yang menurut saya makanan paling enak yang kami makan malam ini. Untuk harganya, sama saja dengan di Jakarta, sama-sama mahal. Tapi di hari terkahir disana, saya berkesimpulan bahwa hampir semua makanan (bahkan seafood) harganya relatif murah... bisa dibilang lebih murah dari Jakarta. Puas jalan-jalan di Khaosan... kita balik ke guest house dan istirahat agar fisik tetap fit untuk petualangan selanjutnya.

Day 2 : 12 Dec ‘11

Setelah mandi dan bersiap, kami turun untuk sarapan sambil menunggu Bonnie datang. Ada 3 pilihan yang ditawarkan yaitu menu Asia (nasi goreng), menu Internasional (roti+telur) dan menu Oriental (sup+nasi).. selain itu juga ada menu pelengkap seperti orange juice, buah+yoghurt, kopi/teh. Benar-benar recommended banget deh... dengan harga segitu, udah dapat sarapan enak dan kamar yang nyaman. Bonnie datang agak telat hari ini, kasian juga sih.. jarak dari rumahnya ke Khaosan sekitar 1 jam dan dia naik ojeg supaya cepat. Sepertinya Bonnie orang asing paling baik yang pernah saya temui seumur hidup saya.... Kami sampai sedikit memaksa Bonnie supaya berlibur ke Indonesia supaya bisa membalas kebaikan dia dengan menjadi guidenya he he he..

Sambil menunggu Bonnie, kita berjalan sedikit dan menemukan taman yang penuh dengan burung merpati. Selain taman... ada satu kuil yang sedang di renovasi di dekat taman tsb.. yang akhirnya juga menjadi objek foto-foto kita. Cuaca cerah sekali, matahari terik tapi tidak menyengat seperti di Jakarta karena masih berangin dan sejuk cuacanya. Sama sekali tidak ada hujan selama 3,5 hari saya di Thailand. Sisa-sisa banjir pun tak ada, hanya ada beberapa foto-foto yang dipajang di hostel dan mall mengenai bencana banjir yang lalu. 1 yang saya perhatikan, penduduk negara ini cinta sekali dengan Raja mereka... sampe hampir semua bangunan dan di sepanjang jalan pasti kita akan menemukan foto sang Raja! Saya dan teman saya membayangkan apabila kita melihat pemandangan foto pak SBY di sepanjang jalan seperti itu.. pasti Indonesia lebih damai dan tentram karena rakyat yang mencintai Presidennya... hehe mimpi kali!

Setelah Bonnie datang, kami pergi ke tujuan wisata pertama yaitu Grand Palace dengan menggunakan Tuk-tuk alias Bajaj BBG versi Thailand. Dengan adanya Bonnie, tentunya para supir tuk-tuk tsb tidak bisa memberikan harga diatas normal pada kami dan kita perhatikan muka mereka rata-rata cemberut setelah tau kalau kami didampingi orang lokal. Ga bisa ditipu lah ya....

Jarak ke Grand Palace ternyata tidak jauh dari penginapan kami, sekitar 10 menit saja.. satu yang perlu diingat sebelum masuk area ini adalah kita tidak boleh pakai celana pendek, rok pendek atau baju yang tidak sopan lainnya karena ini adalah daerah yang dianggap suci dan sakral untuk mereka. Teman saya yang pakai celana pendek sampai harus beli celana piyama panjang motif gajah.. untung saya pakai rok panjang. Harga tiket masuk adalah 400 THB (sekitar 120rb rupiah) /orang kecuali orang lokal yang diberikan hak istimewa untuk masuk semua tempat wisata kuil  secara gratis.

Grand Palace merupakan 1 kompek luas yang berisi istana raja, kuil-kuil, museum dan banyak bangunan bersejarah lainnya. 1 jam tidak akan cukup untuk mengitari komplek ini. Memang indah dan berseni sekali... walaupun saya lebih suka kuil Wat Arun, entah kenapa. Selesai foto-foto dan mengagumi keindahan Grand Palace, kita beranjak ke area Reclining Buddha yang tidak jauh dari situ naik tuk-tuk. Disini ada Sleeping Buddha yang terkenal itu... Patung Buddha tiduran miring, unik sekali. Kita sempat mampir ke National Museum yang berisi barang-barang bersejarah, mirip sekali dengan museum Fatahilah di Jakarta. Karena terkesan kusam, saya kurang tertarik....  Selesai dari situ, perut sudah menagih makan siang, jadi kita naik taxi ke MBK mall karena menurut referensi buku yang teman saya baca, disana ada makanan halal di food court mall nya. Cari makanan halal memang perjuangan tersendiri disini.. secara Islam sama sekali bukan agama mayoritas disana. Saya beberapa kali memilih makanan vegetarian saja yang paling tidak, tidak mengandung daging apapun, walaupun minyaknya yah..ga tau juga! Paling ga saya udah usaha...

Sesampainya di food court, saya malah milih menu vegetarian karena terlihat lebih menarik daripada menu halal food yang cuma ada di 1 konter saja, dengan menu ‘ga jelas apa’.  Food courtnya sama bentuknya seperti mall-mall di Jakarta, tapi kalau harga makanannya, jauh lebih murah disana. Saya pernah survey cari makanan paling murah di food court Kelapa Gading Mall, Jakarta.. tapi paling murah adalah sekitar 25 – 30 ribu sudah termasuk pajak dan minum untuk 1 orang. Tapi di MBK ini saya hanya beli voucher makan 200 THB (ekuivalen 60 ribu Rupiah) dan sudah cukup untuk makan+minum kami bertiga (teman saya malah minumnya Pepsi coke), plus vouchernya masih sisa 15 THB! Menu makanan saya saja hanya 45THB yaitu sekitar 13 ribu Rp dan itu sudah pakai nasi merah+perkedel jagung 3 pcs+sayuran. Di Jakarta mana bisaaaa???!! Ternyata namanya jalan-jalan keluar negeri tidak selalu mahal ya....  tergantung negara nya sih. He he....

Namanya orang Indonesia.. siapa sih yang jalan-jalan tidak belanja?! Padahal berhubung dana kita terbatas, tadinya budget belanja kita tekan seminimal mungkin. Tapi ternyata MBK ini mirip ITC nya Jakarta dimana barang-barangnya lucu-lucu, banyak pilihan dan bisa ditawar pula. Jadilah kita beli gantungan kunci, Thai silk scarf, dll disini. Padahal setelah kita ke Pattaya, di Floating market Pattaya beberapa jenis barang lebih murah daripada di MBK. Tapi yah sudahlah....

Waktu yang tadinya dialokasikan untuk mengunjungi museum Madam Tussaud (museum ini hanya ada di Bangkok untuk di Asia tenggara), gagal total dan malah dipakai untuk belanja he he. Kita sempat coba ke museum tersebut yang letaknya bersebrangan dengan MBK yaitu didalam mal Siam Discovery, tapi kita urung beli tiketnya karena muahalll benerr! Setelah diskon 10% pun harganya masih 720 THB which is lebih dari 200 ribu Rupiah. Haduh, ga deh..... yang ada kita foto2 saja di depan museum tsb, lumayan ada patung lilin Leonardo di Caprio yang lumayan mirip aslinya. He he... Alhasil, kita balik lagi ke MBK karena masih ada waktu sebelum acara selanjutnya dan memutuskan ‘nongkrong’ di KFC. Harga KFC disini sepertinya sama saja dengan Jakarta, yah lebih murah sedikit lah. Menu yang paling berkesan dan juga favorite Bonnie adalah EGG TART yang sepertinya belum ada di KFC Indonesia. Mudah2an dalam waktu dekat jadi salah satu menu goceng amin!! Sambil makan sore, kita sempat mempertimbangkan mau langsung ke Patpong, tempat dimana berbagai macam ‘kinky show’ berada. Tapi badan yang terasa capek dan bawaan kita yang segambreng, akhirnya kita memutuskan batal ke Patpong dan balik ke hostel.

Yah, dari awalnya saya memang sudah flu karena kehujanan di Jakarta dan makin parah ketika tiba di Bangkok. Kondisi yang kurang fit emang bikin perjalanan jadi kurang asyik.  Teman saya pun akhirnya ketularan saya dan sama-sama sakit deh jadinya. Setelah istirahat sebentar, kita jalan-jalan lagi di seputar Khaosan untuk makan malam dan cari beberapa souvenir lagi untuk orang-orang terdekat. Menu kami malam ini adalah pancake banana chocolate yang harganya sekitar 40 THB/porsi (12 ribu Rp). Saya sempat menemukan 1 toko lampu yang cantik sekali.. mereka memajang lampu tidur dengan bentuk yang unik-unik...  Bagi yang ke Khaosan, rugi rasanya kalau tidak beli lampu ini karena 1 set nya hanya sekitar 30 ribu rp saja (100THB). Ada yang bentuk bola-bola warna warni, bunga, bintang, dll... Kayaknya di Jakarta juga ada sih tapi ga yakin apa harganya bisa segitu.  Atas saran seorang teman (lagi), kami pun mencoba Thai Massage alias pijat khas Thailand. 30 menit harganya 100THB (30rb), 1 jam 200 THB dst... karena keterbatasan budget, kita hanya coba yang 30 menit saja.. tapi lumayan banget, sudah seluruh badan dan pijatannya pun enak. Beda dengan pijat ala Indonesia, disini pemijitnya tidak hanya menggunakan telapak tangan untuk memijat, tapi juga siku, dengkul dan kaki mereka! Fantastic! Sebagai penikmat pijit dan segala macam perawatan di salon, saya paling betah berlama-lama ditempat seperti itu. Pemijatnya pun profesional walaupun bahasa Inggrisnya terbatas. Saya sangat merekomendasikan “Charlie massage & spa” di Khaosan road bagi teman-teman yang ingin kesana.

Sepertinya pijatan sudah mulai berefek ngantuk...jadi tidak ada pilihan lebih baik dari kembali lagi ke guest house, minum obat dan tepar....!

Day 3 :  13 Dec ‘11

Ini hari terakhir kami di Bangkok dan Wat Arun menjadi tujuan wisata terakhir sebelum berangkat ke Pattaya. Kami naik tuk-tuk menuju sungai Chao Phraya, karena Wat Arun terletak di seberang sungai tersebut. Hanya 3 THB saja (900 rupiah) biaya per orang untuk menyebrang (murah banget ya!) dengan menumpang perahu boat. Terlihat banyak karung-karung berisi pasir yang berfungsi sebagai tanggul darurat, mungkin ketika banjir kemarin. Hanya butuh waktu sekitar 5-10 menit untuk menyebrang dan menikmati keindahan Wat Arun. Kuil ini satu-satunya yang kami naiki sampai tinggiiii sekali!  Untungnya tidak terlalu ramai jadi tidak berdesakan. Banyak keuntungan traveling di hari kerja dan low season.. tidak terlalu ramai!

Kami sempat lihat-lihat toko souvenir di area tsb.. rata-rata penjualnya bisa bahasa Melayu disini, bahkan ada yang dari Indonesia juga. Kami sempat diberikan diskon khusus untuk beberapa souvenir karena berasal dari Indonesia juga. Senangnya :-)  Puas d Wat Arun, Bonnie mengajak kami ke area “Sitting Budha” (Wat nya susah untuk di pronounce he he) dimana terdapat patung Budha yang sedang duduk. Bonnie sempat berdoa disini dan saya sempat mencoba kebiasaan unik orang Budha, yaitu mengajukan 1 permintaan/pertanyaan di depan “Sitting Budha” tsb sambil mengocok beberapa sumpit yang sudah dinomeri. Kita harus mengocoknya dengan keras sampai keluar 1 sumpit dari kocokan tsb dan kita lihat nomernya. Di dinding ada jawaban dari nomer-nomer tsb.. Bonnie berusaha untuk menterjemahkannya karena semua dalam bahasa Thai. Hmmm lumayan menarik, just for fun :-)

Selesai foto-foto, kami naik taxi menuju guest house.. bersiap untuk check out dan makan siang dulu di restoran Thai Cozy House. Kali ini saya pesan Tom yam goong (udang), kayaknya kurang afdol kalau ke Thailand tanpa makan tom yam asli dari negaranya. Patut dipertanyakan kehalalannya, tapi at least it’s not a pork menu! :p
Kita bertiga berfoto dulu untuk terakhir kalinya sebelum berpisah dengan Bonnie. We will definitely miss you, your kindness, your smile...Bonnie!

Peter (guide) dan Pawitch (supir van) menjemput kita dengan mobil van jam 12 tepat di guest house dan langsung menuju Pattaya. Jaraknya mungkin seperti Jakarta-Bandung dan hanya ada pemandangan jalan toll sepanjang jalan.. sangat membosankan jadi saya memilih tidur. Teman saya juga tidur apalagi dia sedang tidak enak badan. Setelah kurang lebih 2,5 jam, akhirnya kami tiba di tujuan pertama  yang sesuai dengan rute arah tujuan yaitu Floating Market. Disini semua toko dan penjual diatas perahu berada diatas air. Yah, mirip-mirip kampung sampireun di Garut kali yah.... selain wisata kuliner, souvenir disini juga banyak yang tidak kita temui di Bangkok. Untuk kuliner, kami memilih telur bebek goreng dan buah-buahan.. penjual telur bebek ini adalah bapak dan ibu yang ternyata muslim Thai, jadi tidak diragukan kehalalannya. Senang rasanya bertemu sesama muslim di negara orang. Hanya sejam saja kita menghabiskan waktu disini karena acara selanjutnya yang padat. Mini Siam adalah destinasi selanjutnya... dengan harga tiket 300 THB / orang, kita bisa merasakan keliling dunia tanpa harus capek dan keluar biaya banyak!  hampir semua landmark / bangunan bersejarah seluruh dunia ada disini.. sayang tidak ada satupun dari Indonesia. Harusnya Borobudur atau Monas kek ada disini... :-( 

Setelah berkeliling dan puas foto-foto, saya berkesimpulan pariwisata Thailand sebenarnya tidak ada apa-apanya dibanding Indonesia.. tapi kenapa mereka bisa mengemas yang ‘biasa saja’ itu menjadi luar biasa...? sebenarnya Indonesia bisa membuat objek wisata seperti Mini Siam yang tidak hanya menghibur tapi juga mendidik. Coba kalau anak-anak sekolah Indonesia berwisata ke tempat seperti ini.. mereka akan jadi anak sekolah yang tidak gaptek, punya pengetahuan umum yang luas... sekaligus rekreasi. Pada dasarnya saya suka berkunjung ke suatu tempat yang tidak hanya memperkaya pengalaman saya, tapi juga menambah pengetahuan dan wawasan saya... itulah kenapa saya suka museum walaupun saya tidak suka yang kusam dan tidak menarik seperti Fatahilah di Jakarta. Saya suka museum ataupun sejenisnya yang dikemas menarik, menghibur tapi menambah wawasan. Taman Mini agak mirip dengan Mini Siam ini, tapi kita hanya berfokus pada Indonesia saja dan bukan seluruh dunia. Mudah2an pemerintah Indonesia terpikir untuk membuat yang sejenis di Indonesia. Aminnn!

Cabut dari Mini Siam, kami berencana untuk langsung check in ke Jomtien hostel... tapi karena bertepatan dengan jam sunset, kami sempat mampir sejenak di pantai Jomtien untuk mengagumi keindahan sunset di pantai Thailand... menikmati sunset terakhir kami sebelum liburan usai dan kembali ke kenyataan hidup.

Jomtien hostel saya rekomendasikan bagi teman-teman yang hendak ke Pattaya tapi mempunyai transportasi mobil sewaan – karena lokasi Jomtien yang cukup jauh (sekitar 20 menit) dari pusat kota (South Pattaya). Tapi apabila tidak ada mobil, maka lebih baik menginap di daerah South Pattaya dimana semua keramaian terpusat dan turis dari berbagai penjuru dunia tumplek blek. Sepanjang jalan di pusat kota Pattaya, saya dapat mendengar turis-turis dari bahasa yang saya kenal sampai ke bahasa yang saya tidak kenal (saya menebaknya sih mereka dari Yunani, dari logat bicaranya).  Tapi di Jomtien, daerahnya lebih sepi... lebih tenang. Cocok untuk yang mau bulan madu, sepertinya :p Pantai Jomtien juga tidak penuh dengan ‘ayam’ seperti di pantai Pattaya. Yah, tergantung selera.... bagi yang mau cari ‘ayam’ yah tentunya harus nongkrong di pantai Pattaya. Rumornya, apabila laki-laki sendirian berada disini, sudah pasti akan digoda oleh cewek2 Thailand yang agresif... bisa jadi cewek atau cowok... hiiiii! Hehehe.... makanya saya sempat baca, banyak laki2 yang pergi kesini dengan pacar, istri atau teman wanita apabila tidak ingin digoda / diganggu ‘ayam’.   Anyway, back to the hostel... saya beruntung sekali mendapat kamar dorm yang tidak ada penghuni lainnya alias saya seorang yang menginap malam ini di kamar tsb. Bagi yang belum tau apa itu kamar dorm, itu adalah tipe kamar yang tidak ada istilah privacy disana. Kamar tsb diperuntukkan untuk lebih dari 2 orang – biasanya ada 4 – 10 tempat tidur dalam 1 kamar, bisa tempat tidur biasa atau susun. Di Singapore, saya sudah merasakan tidur di dorm tempat tidur susun berisi 10 orang mix male & female. Untuk Jomtien, saya pilih yang female only dan max 4 orang dalam kamar. Untuk kamar seharga Rp. 70.000 / malam, saya merasa fasilitasnya sangat memuaskan. Ada balkon segala lagi... kamar mandi bersih, air hangat, kulkas, kipas angin, dll. Hanya TV, AC, lemari pakaian dan sarapan saja yang tidak ada.. which is understandable. 70 ribu gitu loh.....

Tiffany Show jadi jadwal kita berikutnya, terletak di daerah South Pattaya.  Hanya ada 3 jam pertunjukan untuk Tiffany Show setiap harinya, yaitu jam 18.00, jam 19.30 dan jam 21.00. Masing-masing pertunjukan sekitar 1 jam lamanya. Karena laper, jadi kita beli tiket untuk pertunjukan jam 9 malam dan cari makan malam dulu. Saya kasian juga dengan Peter yang pusing setiap jam makan untuk mencarikan saya makanan halal. Akhirnya saya menyerah dan bilang, apa saja asal bukan B2, ayam atau sapi. Akhirnya pilihan jatuh ke seafood... well, Bismillah aja deh.....

Selama perjalanan ini, saya sangat royal dengan makanan... saya berani traktir Bonnie, Peter dan sang supir untuk makan sepuasnya karena harga makanan yang sangat amat murah.... bahkan di Pattaya saja yang menurut Bonnie serba mahal, tidak seberapa menurut saya, apalagi dibandingkan dengan di Jakarta. Di restoran seafood saja hanya menghabiskan sekitar 365 THB saja atau tidak lebih dari 110.000 rupiah untuk 4 orang, dengan menu seafood, minuman fruit punch, dsb. Gila banget deh.... kalau di Jakarta, itu bisa 200 ribuan, kecuali kalau seafood warung tenda kali.

Tiffany Show benar-benar pertunjukan yang mengagumkan dari segi seni,  sangat profesional, artistik, menghibur dan sedikit mencengangkan mengingat seluruh pemeran wanitanya adalah ladyboys. Saya agak sedikit kecewa karena ternyata pertunjukan teater ini tidak ada jalan ceritanya... mereka hanya menjual kostum yang indah, nyanyian, tarian dan sedikit komedi. Akan lebih baik menurut saya apabila berbentuk cerita... tapi mungkin tata panggungnya jadi monoton karena disini tata panggungnya berubah setiap 10 menit. Kalau dihitung-hitung, sepertinya semua pemeran disitu bisa ganti kostum lebih dari 4 kali!  Harga tiket yang mahal (paling mahal selama liburan ini) yaitu 600 THB sangat worth it dengan pertunjukan tsb. Sayang kita dilarang mengambil foto/video selama pertunjukan... walaupun saya sempat mencuri 1-2 foto secara diam-diam he he... (psssstt!)

Selesai pertunjukan, para ladyboys sudah menunggu kita di depan lobby gedung pertunjukan dan mengajak kita untuk foto dengan mereka. Karena saya pikir gratis, saya langsung menerima ajakan 2 orang ladyboys yang menarik saya untuk foto dengan mereka...wow, cantik-cantik sekaliii!! Ternyata eh ternyata..bayar loh...! mereka menagih 100 THB/ orang (dengan suara ngebasnya!!). Huhuhuhu, jadi bayar 200 THB deh... oh well, ya sudahlah... daripada tidak ada sama sekali foto dengan ladyboys.

Peter sepertinya tidak rela kita pulang ke hostel terlalu cepat dan mengajak kita untuk berjalan-jalan di Walking street... sebelah Pattaya beach. Walking street ini hanya bisa untuk berjalan kaki... suasananya sama persis seperti Legian, Bali atau Khaosan road di Bangkok. Bedanya, sepanjang mata memandang lebih banyak pemandangan bule + ‘ayamnya’ (seketika, saya jadi langsung ilfeel sama bule!). Selain itu bar-bar disini lebih ‘vulgar’....  menawarkan ‘ayam’ dengan memajang mereka di etalase luar bar mereka, hanya dengan bra + panties saja, joget-joget erotis, mengundang pengunjung untuk masuk ke bar mereka. Berhubung saya sudah berhenti total dari merokok dan tidak mau lagi minum alkohol, maka pergi ke bar tidak ada dalam budget maupun itinerary kami.  Teman saya pun sepertinya tidak berminat untuk masuk sama sekali. Bagus lah...

Entah karena faktor U atau memang kondisi badan yang kurang fit, kami tidak kuat lama-lama jalan kaki... dan memutuskan untuk balik ke hostel agar besok bisa bangun pagi juga dan menyambut sun rise.

Day 4 : 14 Dec ‘11

Alarm sebenarnya sudah saya setel untuk berbunyi jam 5 pagi... tapi entah kenapa saya baru mendengarnya di jam 5.25..! Ok, time to get up and go! Saya paling tidak bisa bangun tidur dan tidak minum yang hangat-hangat.. sudah kebiasaan dari kecil, jadi kami mampir dulu ke 7-eleven untuk beli kopi dan sarapan.

1,5 jam kita habiskan di pantai Jomtien untuk sarapan, menanti dan menikmati sunrise (yang ternyata ga kelihatan juga dari sisi pantai tsb hi hi), main air dan.. mencari kerang! Seperti balik lagi ke waktu saya SD, hampir tiap hari Minggu Alm. Papa mengajak saya ke pantai Ancol.. juga dalam rangka menyembuhkan asma saya. Lumayan berhasil karena sekarang asma saya jarang sekali kumat, bisa dibilang sudah sembuh total. Di Ancol, walaupun kotor, tetap kegiatan mencari kerang merupakan hobby saya dari kecil.

Jam 8 tepat, Peter dan mobil van sewaan sudah menjemput kita di hostel. Setelah check out, kita berangkat ke Pattaya city view yang ternyata adalah spot foto di ketinggian dengan latar belakang kota Pattaya yang indah sekali. Jangan sampai pergi ke Pattaya tanpa mampir di tempat ini (gratis). Pemandangan yang sangat menakjubkan ini sangat sayang untuk dilewatkan. Setelah puas berfoto dengan berbagai macam gaya, kami melanjutkan perjalanan ke Royal Garden Plaza, tempat museum Ripley’s believe it or not berada. Tadinya kita ingin mengunjungi the Sanctuary Truth (kuil Buddha) tapi batal karena harga tiketnya yang mahal sekaliii.

Jadilah pilihan jatuh ke Ripley’s Believe it or Not museum yang cukup menarik. Tapi bagi yang kurang suka museum / indoor activities sebaiknya jangan berkunjung kesini karena akan jadi membosankan untuk tiket seharga 480 THB.  Lokasinya di dalam bangunan bernama Royal Garden Plaza (lantai 2), masih di sekitaran South Pattaya. Untungnya guide kami sudah sering sekali ke Pattaya jadi tidak ada nyasar-nyasar deh...

Setelah menghabiskan waktu sekitar 1 jam di dalam museum, kami mencari makan siang. Supaya lebih murah, kami cari diluar gedung... sebelum keluar gedung, saya sempat melihat ada sale sarung bantal dari thai silk buatan Chiang Mai hanya seharga 100-120 THB! Wah, mama saya pasti senang sekali dikasih hadiah ini.. tapi berhubung kedua tas saya sudah overload, saya tidak bisa beli banyak2 barang lagi dan hanya beli 2 sarung bantal. Sesampainya di Jakarta tentu saja mama saya bilang, kenapa beli cuma 2 sih? Huhhhuhuhu.....

Lagi-lagi kami pusing dengan urusan makan... sempat mampir ke rumah makan seafood, tapi saya ilfeel makan disitu karena sepertinya tidak ada halal-halalnya... akhirnya pindah dan pilihan tetap jatuh ke rumah makan vegetarian yang terletak disebelahnya. Apapun minyak yang digunakannya, semoga Allah memaafkan saya, amin. Saya memilih nasi merah dan jamur yang ternyata rasanya aneh bin ajaib. Terlalu banyak rempah-rempah yang sayapun ga tau apa namanya... teman saya pun sama pilihan makanannya aneh banget rasanya. Akhirnya kami pesan 1 porsi nasi goreng saja.... untuk berdua. Alhamdulillah rasanya normal walaupun agak hambar, tapi untungnya ada ikan asin di dalam nasi gorengnya. Total makan ber-4 kami hanya 300THB saja yaitu sekitar 90.000 Rupiah.

Selesai makan, kami berangkat ke Bangkok untuk langsung ke airport. Walaupun flight kami jam 20.55 tapi kami tidak mau ambil resiko ketinggalan pesawat dan berusaha datang seawal mungkin. Sebenarnya sih masih bisa 1 tujuan lagi kalau mau, tapi kami tidak mau terburu-buru mengingat bandaranya luas sekali.
Hanya butuh 2 jam untuk mencapai airport dari Pattaya. Jam 4 kami sudah tiba dan mengucapkan selamat berpisah dengan Peter & Pawitch. Kami juga berikan sedikit souvenir untuk mereka. Saya sangat merekomendasikan mereka sebagai guide dan driver walaupun sewa van nya mahal untuk ke Pattaya.

Sembari menunggu, kami cari makan lagi supaya tidak perlu makan didalam pesawat yang menunya tidak sesuai selera kami. Pilihan jatuh ke Burger King, walaupun tidak ada lambang halal... ya sudahlah. Ini makanan kami paling mahal selama di Thailand. 530THB untuk berdua (paket Burger, kentang, minum), bahkan lebih mahal dari di Jakarta. Kesimpulannya, hampir semua makanan di Thailand murah kecuali di airport he he he... kami tiba di Jakarta sekitar jam 00.30 dan langsung naik taxi untuk pulang. Tidur kurang dari 2 jam untuk kemudian bekerja lagi.... mencoba semangat bekerja agar bisa jalan-jalan lagi...! next destination : HongKong & Macau..! semoga ada rejekinya! Amin! :)
 
Note : Total biaya yang dikeluarkan selama trip ke 2 kota ini sekitar 3 juta (sudah termasuk tiket pesawat) dan diluar pengeluaran belanja pribadi. Kalau hanya ke Bangkok, mungkin 2 juta cukup. Tidak mahal, bukan? So, let’s pack our bags and travel... NOW!