Tulisan ini adalah untuk mengenang putri-ku yang telah pergi ke langit ke-7, yang sedang menunggu Ayah & Bunda-nya...agar bisa ke Surga bersama-sama.
Alesha lahir pada 22 Januari 2017... buah cinta kami berdua, yang sangat menginginkan anak perempuan, setelah kami dikaruniai anak lelaki yang telah berumur 3,5 tahun.
Bulan pertama kami program untuk punya anak, aku masih belum ada tanda-tanda hamil... walaupun kami berdua memperbanyak makan sayur dan mengurangi daging, yang katanya bisa membuahkan anak perempuan. Entah mitos atau fakta, di bulan kedua hal itu mulai membuahkan hasil. Test pack menunjukkan 2 garis, yang berarti positif.
Bahagia pastinya, apalagi setelah tahu jenis kelaminnya perempuan... tapi entah kenapa hamil kali ini berbeda...selain merasa mual (yang ga dirasakan di hamil pertama), hamil kali ini kurang bersemangat. Malas minum susu hamil, malas menjaga makanan yang dipantang seperti anak pertama. Sering berjalan juga, bahkan sering naik pesawat. Kenaikan berat badan janin juga agak lambat... beda sekali dengan Chalief, anak pertamaku. Tapi menjelang trimester ketiga, aku mulai bersemangat untuk mencari nama...belanja-belanja sepatu bayi, dan perlengkapan bayi lainnya. Aku merasa agak bersalah dengan kurang persiapan menyambut kehadirannya...yang kadang aku tebus dengan berbelanja keperluannya dengan agak berlebihan. Di bulan ke-7 kehamilan, Ayahnya sangat bersemangat untuk USG 3D/4D dan aku turuti saja. Ada yang aneh ketika USG dilakukan... dokternya sempat bilang, Dokter yang biasa periksa Ibu tidak bilang apa2 ya Bu? dan saya jawab tidak dok... entah apa maksudnya. Sampai akhirnya aku tau jawabannya sendiri beberapa bulan kemudian.
Aku mengalami pendarahan di week 36, lumayan banyak dan harus bed rest di RS selama 3 hari. Dokter hanya bilang, sepertinya jahitan sesar aku bermasalah.. tapi aku tau, itu bukan alasannya, setelah beberapa bulan kemudian.
Tiba saatnya masuk bulan ke-9 dimana posisi si dede masih sungsang, sehingga diputuskan untuk operasi SC di week 38. Dengan mengalahkan perasaan trauma sesar anak pertama, aku mengucap Bismillah untuk sesar kedua ini. Alhamdulillah semua lancar, sampai si bayi lahir... dia hanya menangis "tersendat-sendat", tidak lantang seperti Chalief. Tapi aku belum berpikir macam-macam... aku hanya merasa bahagia dan lega telah melahirkannya dengan selamat. Memang agak aneh ketika aku melihat putriku untuk pertama kalinya... dia tidak mirip dengan Chalief... wajahnya begitu... berbeda.
Ketika tiba waktunya aku bertemu suamiku...aku juga melihat beberapa keanehan dari wajah dan tingkah lakunya, tapi aku pikir dia hanya lelah.
Sebagaimana wajarnya seorang Ibu yang bahagia baru melahirkan, tentu saja aku broadcast ke sanak saudara dan teman-teman mengenai kelahiran ini...yang entah kenapa membuat suami-ku tidak senang... aku merasa ada yang tidak beres.
Selang 1 hari, akhirnya aku mendapat berita yang sebenarnya..bahwa ada yang mereka semua sembunyikan dari aku.. mengenai keadaan putri-ku. Ciri-ciri fisiknya menunjukkan bahwa putri-ku dicurigai down syndrome. Dua kata yang sudah cukup membuat hati kami hancur.
Tapi aku belum mau percaya begitu saja..tes kromosom masih harus dilakukan untuk memastikan kecurigaan tersebut. Saat itu kami masih merahasiakan keadaan si baby pada orang-orang selain keluarga dekat. Kami masih belum siap mental menghadapi ini semua dan pada apa yang akan kami hadapi kedepannya.
Tes demi tes pun dilakukan, termasuk tes echo, jantung. Berita buruk berikutnya adalah, terdapat kebocoran jantung tipe VSD yang diderita oleh putri-ku. Dan tak cukup sampai disitu, hal ini mengakibatkan paru-parunya rentan terkena infeksi, yaitu pnemonia. Di usia 3 bulan, dia sudah masuk ruang perawatan dan PICU akibat pneumonia. Alhamdulillah hanya butuh waktu seminggu untuk memulihkan kesehatannya. Setelah ia sembuh, langsung aku membawanya untuk echo ulang di RS Harapan Kita yang menghasilkan kebocoran jantung tipe AVSD, yaitu bukan hanya 1 titik kebocoran, melainkan 2. Dokternya pun menyarankan agar segera operasi untuk menutup kebocoran tersebut. Belum selesai shock kami mendengar masalah operasi, si dede harus mulai minum susu melalui selang dari mulut/hidung agar berat badannya segera naik untuk memenuhi minimal berat badan untuk operasi yaitu 5 kg, lebih baik lagi di 10kg. Dia tidak bisa menyusu dengan normal (langsung) maupun melalui media dot/feeding cup. Nafasnya mudah terengah-engah dan dia rentan tersedak. Apabila sampai tersedak, maka cairan akan masuk ke paru-paru dan itu akan fatal akibatnya. Mulailah segala perjuangan kami dan keluarga yang harus belajar memasang feeding drip ke selang setiap 3 jam sekali untuk memberi dia susu.
Semua berjalan demikian sampai suatu malam dia terlihat sangat sesak, dan posisi aku sedang diluar kota. Sebelumnya aku sudah bawa dia ke dokter dan di rawat jalan (diberikan obat puyer), tapi sepertinya tidak berhasil. Aku menyarankan agar segera dbawah ke IGD untuk di-uap.. sekitar jam 2 pagi. Selesai di-uap, dokter memperbolehkan untuk pulang..karena sepertinya nafas dede sudah lebih baik. Aku pun tenang melanjutkan kegiatan di luar kota untuk pekerjaanku. Kembali ke rumah, selang beberapa jam...suami-ku melihat keanehan pada putri-ku, pandangannya kosong dan dia sudah mulai membiru. Tanpa banyak basa-basi, putri-ku segera dilarikan kembali ke IGD rumah sakit terdekat dan diberikan pertolongan. Dia sempat kejang dan makin membiru karena kekurangan oksigen dan kembali terkena Pnemonia berat. Aku yang diberi kabar saat itu sempat histeris dan berpikir bahwa ketika tiba di Jakarta nanti, aku hanya bisa memegang jenazah putri-ku. Alhamdulillah Allah masih memberinya umur. Dia bisa diselamatkan dan masuk ruang PICU dengan ventilator sebagai alat bantu nafas. 9 hari dia berada di PICU RS sebelumnya tanpa perkembangan yang berarti. HB yang rendah juga membuatnya harus diberikan transfusi darah. Kami lalu memutuskan agar ia dipindahkan ke RS lain agar bisa tercover BPJS untuk menekan biaya. Alhamdulillah progressnya cukup cepat.. hanya 5 hari dia di PICU, sudah bisa pindah ke ruang rawat inap biasa dan sudah bisa lepas ventilator, walaupun belum bisa lepas oksigen sepenuhnya (masih menggunakan oksigen nasal). Menurut dokter, ketergantungan oksigen ini kemungkinan ini dari jantungnya. Disarankan segera cek ke Dr jantung untuk solusi selanjutnya setelah nanti boleh pulang.
Cukup lama sampai ia diperbolehkan pulang, sekitar 10 hari kemudian, karena demam yang masih naik turun, menandakan infeksinya belum benar-benar sembuh. Sebelum putri-ku pulang, aku dan suami-ku mempersiapkan kamar bayi dengan berbagai macam perlengkapan, layaknya kamar perawatan. Kami beli box bayi, menyewa oksigen 6kg, membeli oksigen portable, nebulizer, alat pengukur oksigen (oxymeter) dll. Bahagia sekali rasanya dia kembali ke rumah, rindu rumah dengan tangisan dan suara bayi.. walaupun masih harus menggunakan oksigen. Tambah lagi 1 selang di wajahnya, selain selang NGT untuk makanannya. Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama... sehari setelahnya dia sudah kembali demam tinggi, dan 3 hari berselang, dia kembali sesak. Lagi-lagi pnemonia menyerangnya. Entah yang sebelumnya belum tuntas atau ini masalah baru. Putri-ku kembali dibawa ke IGD dan untuk kesekian kalinya harus dirawat di PICU. Berhubung PICU di RS tersebut masih penuh, maka kami masih antri di IGD sampai beberapa hari kemudian, kembali menggunakan ventilator dan juga harus transfusi darah lagi karena HB yang rendah.
Di titik ini..stok kesabaran dan keikhlasan-ku tampak mulai menipis. Aku mulai sering menyesali keadaan... aku sudah tidak kuat, tidak tega, bayi sekecil itu yang tanpa dosa, harus merasakan penderitaan seperti ini tanpa berkesudahan. Aku selalu membatin... Nak, berat sekali hidupmu. Harus tersiksa dengan berbagai selang di usia yang masih sekecil itu...andaikan Bunda bisa gantikan, lebih baik Bunda yang tersiksa.
Namun aku masih egois, aku belum bisa berdoa agar diberikan yang terbaik untuknya. Aku selalu berdoa agar Allah berikan kesembuhan padanya, diangkat segala penyakitnya dan keluarga kita bisa berkumpul kembali. Tidak terpencar-pencar seperti ini. Saat itu, anak pertama-ku juga sudah menjadi korban, Ayah Bundanya lebih sering berada di kantor dan di RS daripada di rumah. Otomatis kasih sayang dan perhatian untuknya semakin jauh berkurang. Tapi dia tidak pernah mengeluh, dia selalu menanyakan adiknya..selalu kangen dengan Ayah Bundanya...selalu minta video call dan melihat adiknya lewat Hp. All of this are too much to bear... aku hampir pada titik dimana aku ingin menyerah. Aku tak sanggup lagi menahan cobaan ini... dosa apa aku ya Allah sampai harus diberikan cobaan begitu berat?
Sampai akhirnya tiba di hari Senin, tanggal 14 Agustus 2017, hari ke-4 dia dirawat. Kondisi putri-ku sempat drop di Minggu malam...dan dokter mencurigai ia terkena Asma, selain Pneumonia dan Sepsis akut. Kondisinya sempat membaik di Senin pagi, walaupun masih naik turun. Aku tak kuat lagi melihat penderitaannya. Ba'da sholat Dzuhur, aku berdoa... doa yang tidak pernah berani aku ucapkan. "Ya Allah, apabila Kau takdirkan ia sembuh, tolong sembuhkan segera putri-ku..tapi apabila Kau akan ambil dia, tolong berikan aku keikhlasan untuk menerimanya". Tak berapa lama, kondisinya semakin drop.. semua jenis alat bantu nafas tak lagi mampu memberikan oksigen yang cukup untuk membuatnya bertahan. Denyut jantungnya semakin pelan, tarikan nafasnya semakin turun..dan aku hanya bisa menangis, sambil menyalahkan semua dokter dan suster di ruangan yang tak becus dalam memberikan pertolongan untuknya. Sampai akhirnya aku sadar, bahwa Allah hanya menjawab doa-ku...semua sudah ketetapan Allah, ini adalah yang terbaik. Untuk Alesha, untuk orang tua-nya, untuk kakak-nya...dia memilih pergi meninggalkan kita semua. Agar kita tak lagi sedih, tak lagi khawatir, tak lagi repot mengurusnya, agar kita tak lagi mengabaikan kakaknya...agar rasa sakitnya hilang dan terbebas dari semua selang serta alat di tubuhnya.
Alesha Khumaira Shezan... you will always be my daughter, until forever. Bunda yakin Allah sayang padamu, para malaikat disana akan menjagamu, kamu masih suci tanpa dosa dan tak akan dihisab. Maafin Bunda karena tidak mampu menyembuhkanmu.. maafin Bunda karena mungkin sudah salah langkah dalam pengobatanmu, dalam mengurusmu. Bunda bingung, bunda hanya ingin yang terbaik untukmu. Maafkan Bunda ya nak... Bunda rindu kamu, semoga kita bisa bertemu lagi nanti di Jannah yang kekal. Amiiin....
(Peluk Cium dari Ayah & Bunda yang selalu merindukanmu)
(Peluk Cium dari Ayah & Bunda yang selalu merindukanmu)
#downsyndrome #motherdaughter #family #AVSD